Catatan Irman
Pada hari Sabtu tanggal 12.05.2012 saya bangun pukul 05.30. Saya langsung mandi. Sesudah mandi saya pulang ke rumah. Sesudah sampai di rumah saya ganti baju. Sesudah ganti baju saya makan. Sesudah makan saya berangkat menuju Rasamala.
Di perjalanan aku dan saudaraku ada yang menjemput. Aku naik motor sampai ke Rasamala. Sampai di Rasamala dilapangan Karang. Saya turun di sana. Sudah ada Nuraenun dan Sujatna. Lalu yang lain datang lagi, yaitu Ano, Yani, dan Tomi. Ketika Yani hendak menjemput yang lainnya motornya jatuh dan terkena kotoran kerbau. Kami semua tertawa.
Tidak berapa lama kemudian semuanya kumpul. Aku naik mobil yang berwarna biru bersama Radi, Cecep, Iis, Acih, Idayanti, Elis, Dede, Teh Pipih, Mas Sigit, Ano, Ajis, Oom, dan Pupuh. Lalu mobil berangkat. Kami semua melambaikan tangan sambil berkata, “Dadah.”
Lalu kami semua menyanyi “Pelangi-pelangi”.
Pelangi-pelangi
Alangkah indahnya
Merah, kuning, hijau
Di langit yang biru
Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi-pelangi
Ciptaan Tuhan
Lalu kami nyanyi lagi.
Potong bebek angsa
Masak di kuali
Nona minta dansa
Dansa empat kali
Sorong ke kiri
Sorong ke kanan
La…la…la…la.
Di perjalanan Acih mabuk. Lalu dia pindah ke depan. Lalu kami nyanyi lagi. Tidak berapa lama kami semua sampai di Ciminyak. Lalu aku jajan ice cream. Mobil berangkat lagi. Lalu kami nyanyi. Di belakang ada cowok.
Di belakang ada cowok
Cowoknya cowok matre
Sukanya makan sate
Baunya bau dage
Lalu mobil berangkat lagi. Di persimpangan kami semua nyanyi lagi. Menyanyi lagi. Dengarkan ya.
See you tomorrow
Sister day, aha
See you tomorrow
Sister day, aha
Lalu kami nyanyi lagi, mau dengerin nggak? Mau ya dengarkan.
Di depan ada cewek
Ceweknya cewek matre
Sukanya makan cabe
Baunya bau jahe
Bagaimana para pembaca, seru kan?
Dan kami nyanyi lagi. Mau dengerin lagi nggak? Dengarkan, ya.
Wingki. Wingki. Wingki.
Dipsi, Lala, Po
Bagaimana lagunya bagus nggak? Jawab ya.
Tidak berapa lama kami sampai di jembatan di atas mobil. Saya melihat ke bawah. Di bawah ada sungai yang kelihatan airnya jernih. Saya ingin sekali mandi di sungai itu tapi sayang saya sedang jalan-jalan. Lalu kami nyanyi lagi. Dengerin ya.
Mana di mana anak kambing saya
Anak kambing saya di belakang saya
Kami semua saling tunjuk. Mas Sigit tersenyum melihat kami semua saling tunjuk. Lalu kami menyanyi lagi. Dengarkan, ya. Ini nyanyian anak-anak. Mesti ini lagu anak-anak tapi yang baca harus tetap mendengarkan ya. Walaupun yang baca buku ini sudah dewasa. Tetapi tetap baca, ya. Dengarkan, ya.
Satu-satu aku sayang ibu
Dua-dua aku sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya
Kalau nyanyi “Satu-Satu” aku ingat waktu aku berkemah. Kuceritakan ya. Dengarkan, ya. Waktu itu aku berkemah. Reguku, regu Kancil. Terus aku punya yel-yel. Yel-yelnya mirip sekali dengan lagu “Satu-Satu”.
Satu-satu kami regu Kancil
Dua-dua kami paling terampil
Tiga-tiga kami paling kecil
Satu dua tiga kami pasti berhasil
Kancil siap. Kancil siap.
Kancil siap. Kancil berhasil.
Yesssssssssss
Tetapi perjuangan regu kami tidak sia-sia. Juga kami berhasil mendapatkan juara umum dengan hasil poin = 10 poin. Juara satu, 6 poin. Juara dua 4 poin. Kok aku nggak nyambung, ya? Malah tentang perkemahan.
Maaf, ya, pembaca! Sorry
Lalu kami nyanyi lagi. Dengarkan ya.
Nenek ayam-ayamku mana
Sudah makan dulu
Ada mi ayam special tuh
Lagunya keren kan?
Di persimpangan mobil berhenti. Lalu jalan lagi. Di perjalanan kepala saya mulai pusing. Saya tidur. Saya bermimpi. Kalau HP saya ada yang mencuri. Lalu saya bangun lagi. Ternyata HP aku dipinjam oleh Pupuh. Perasaan aku pun lega. Lalu kami nyanyi lagi. Dengarkan, ya.
Hai, kawan marilah kita renungkan
Susah senang kita hadapi bersama
Pahit manis kita rasakan bersama
Itulah lagunya. Wahai, pembaca buku catatan perjalanan Irman jangan bosan, ya. Walaupun isi ceritanya hanyalah nyanyian melulu.
Di perjalanan mobil berhenti karena bannya bocor. Tentu kami semua turun. Di sana ada warung. Aku jajan. Aku melihat sawah-sawah. Di dekat sawah itu ada sungai. Lalu aku membeli manisan. Tidak berapa lama ban mobil sudah tidak bocor lagi. Kami semua naik mobil kembali. Dan mobil pun jalan lagi. Di tanjakan ban mobil yang lain jatuh. Oleh Sanadi dan Kak Rojali ban mobil itu dibawa. Mobil berjalan lagi. Perjalanan itu. Mobil melalui tanjakan yang sangat panjang. Setelah itu menurun.
Kita sudah sampai di simpangan Cijahe. Lalu Pak Acang berbicara dengan Mas Sigit. Dia memamerkan keping uang. Katanya orang Badui suka sekali. Orang Badui suka beli keping uang itu. Tidak berapa lama kami sampai di Cijahe.
Wah, ternyata kampung Cijahe banyak perubahan ya. Dulu di sana tidak ada tower. Sekarang ada. Dulu tidak ada kedai minuman di dekat rumah peristirahatan kami. Sekarang ada. Kampung Cijahe benar-benar banyak perubahannya.
Setelah itu saya makan dengan teman-teman. Wah, enak sekali! Pas lagi lapar langsung makan. Oh, kue aku hampir ketinggalan di atas mobil. Lalu aku mengambil kue itu. Sesudah makan aku masuk ke dalam rumah. Di sana ada Kak Mulyadi, Kak Enday, Fahroji, Suhendar, Pepen, Rojali, dan Sanadi. Di sana Cecep mulai mengisi catatan perjalanannya.
Lalu aku mengambil buku. Aku juga langsung mengisi catatan perjalanan. Sayang ya bolpoin aku habis. Ku kembali buka ke dalam tas. Lalu aku keluar. Teman-teman yang lain belum selesai makan. Aku melihat ke depan rumah itu ternyata di dalam sana ada Pak Acang.
Setelah semuanya selesai makan, Pak Prabu. Oh ya, para pembaca nama Pak Prabu itu panjang. Tapi aku tidak tahu soalnya aku lupa. Dia adalah seorang penulis buku. Sudah banyak buku yang dia buat. Dia memberikan lagu yang sangat indah. Kami semua mendengarkannya.
Siapa yang suka baca tepuk tangan
Siapa yang suka baca tepuk tangan
Siapa yang suka baca pasti jadilah pintar
Siapa yang suka baca tepuk tangan
Wah, lagunya keren banget! Lalu Mas Sigit dan Pak Ubai membagi-bagikan air minum untuk nanti di perjalanan kalau haus. Aku menerima air minum itu dari Mas Sigit. Setelah semuanya kebagian, kami berangkat menuju Cibeo dan Cikartawana. Kedua tempat itu belum kami jelajahi karena tahun lalu kami hanya menjelajah Cikeusik. Dan perjalanan itu pasti jauh.
Lalu kami melewati jembatan yang sudah reot. Wajar saja jembatan itu reot karena tiangnya saja hanya bambu yang tidak diikat atau pun dipaku. Tetapi jembatan itu tidak menakutkan karena kalau pun jatuh tidak akan sakit hanya mencebur doang ke sungai.
Dulu itu kami belok kanan tapi sekarang beda. Sekarang kami belok kiri. Dan langsung nanjak. Di persimpangan jalan itu ada yang ke kiri dan ke kanan. Tetapi semua jalan itu benar tetap menuju Cibeo. Aku memilih jalan kanan karena menurutku jalan kanan itu jalan yang bagus. Lalu lurus dan teman-teman ada yang bicara.
“Seandainya saja kita bisa main sepeda di sini. Jalannya bagus sekali. Tidak ada batunya.”
Di perjalanan aku sangat haus. Sayang ya air yang Mas Sigit berikan padaku itu aku membuangnya. Dan sekarang aku menyesal karena telah membuang air itu. Aku terus berjalan dan aku tiba di jembatan. Jembatan itu terbuat dari bambu. Talinya terbuat dari ijuk tapi anehnya jembatan itu tidak reot. Di jembatan itu sangat sejuk. Aku berhenti sebentar. Lalu aku jalan lagi. Di ujung jembatan itu aku menemukan pulpen. Lalu aku bertanya-tanya pulpen siapa yang jatuh. Dan ternyata pulpen itu milik Cecep.
Lalu kita berjalan lagi. Di perjalanan aku melihat Kak Rojali membawa daun Hamberang. Dia gunakan untuk menutupi kepalanya karena dia kepanasa. Tidak berapa lama aku sampai di terowongan. Kuberi nama terowongan itu terowongan Casablanca. Lalu aku jalan lagi. Aku melihat orang-orang pada berhenti. Ternyata mereka menemukan air. Tanpa basa-basi aku langsung cuci muka dan kepala agar tidak panas. Lalu aku jalan lagi. Di perjalanan aku melihat lumbung padi orang Badui. Lumbung padi itu sangat tinggi. Lalu aku berdiri di bawah lumbung itu sambil foto-foto. Lalu aku jalan lagi dan melihat orang-orang berhenti. Kami menemukan sungai lagi. Aku lari menghampiri. Kubuka baju. Lalu kuletakan. Aku langsung cuci muka dan foto-foto. Karena terlalu asyik HP aku hampir jatuh ke sungai. Dag-dig-dug hatiku karena kaget. Lalu aku moto lagi.
Lalu aku jalan dulu ke seberang untuk mengantarkan tas dan sepatu. Lalu aku disuruh Teh Pipih untuk memoto dan aku pun tidak menolaknya. Kupotret Teh Pipih dengan Teh Rohanah. Lalu aku membuka tas untuk mengambil jaket dengan cerobohnya kubuka tas itu dengan sangat kencang. Resletingnya rusak. Aduh!
Pada hari Sabtu tanggal 12.05.2012 saya bangun pukul 05.30. Saya langsung mandi. Sesudah mandi saya pulang ke rumah. Sesudah sampai di rumah saya ganti baju. Sesudah ganti baju saya makan. Sesudah makan saya berangkat menuju Rasamala.
Di perjalanan aku dan saudaraku ada yang menjemput. Aku naik motor sampai ke Rasamala. Sampai di Rasamala dilapangan Karang. Saya turun di sana. Sudah ada Nuraenun dan Sujatna. Lalu yang lain datang lagi, yaitu Ano, Yani, dan Tomi. Ketika Yani hendak menjemput yang lainnya motornya jatuh dan terkena kotoran kerbau. Kami semua tertawa.
Tidak berapa lama kemudian semuanya kumpul. Aku naik mobil yang berwarna biru bersama Radi, Cecep, Iis, Acih, Idayanti, Elis, Dede, Teh Pipih, Mas Sigit, Ano, Ajis, Oom, dan Pupuh. Lalu mobil berangkat. Kami semua melambaikan tangan sambil berkata, “Dadah.”
Lalu kami semua menyanyi “Pelangi-pelangi”.
Pelangi-pelangi
Alangkah indahnya
Merah, kuning, hijau
Di langit yang biru
Pelukismu agung
Siapa gerangan
Pelangi-pelangi
Ciptaan Tuhan
Lalu kami nyanyi lagi.
Potong bebek angsa
Masak di kuali
Nona minta dansa
Dansa empat kali
Sorong ke kiri
Sorong ke kanan
La…la…la…la.
Di perjalanan Acih mabuk. Lalu dia pindah ke depan. Lalu kami nyanyi lagi. Tidak berapa lama kami semua sampai di Ciminyak. Lalu aku jajan ice cream. Mobil berangkat lagi. Lalu kami nyanyi. Di belakang ada cowok.
Di belakang ada cowok
Cowoknya cowok matre
Sukanya makan sate
Baunya bau dage
Lalu mobil berangkat lagi. Di persimpangan kami semua nyanyi lagi. Menyanyi lagi. Dengarkan ya.
See you tomorrow
Sister day, aha
See you tomorrow
Sister day, aha
Lalu kami nyanyi lagi, mau dengerin nggak? Mau ya dengarkan.
Di depan ada cewek
Ceweknya cewek matre
Sukanya makan cabe
Baunya bau jahe
Bagaimana para pembaca, seru kan?
Dan kami nyanyi lagi. Mau dengerin lagi nggak? Dengarkan, ya.
Wingki. Wingki. Wingki.
Dipsi, Lala, Po
Bagaimana lagunya bagus nggak? Jawab ya.
Tidak berapa lama kami sampai di jembatan di atas mobil. Saya melihat ke bawah. Di bawah ada sungai yang kelihatan airnya jernih. Saya ingin sekali mandi di sungai itu tapi sayang saya sedang jalan-jalan. Lalu kami nyanyi lagi. Dengerin ya.
Mana di mana anak kambing saya
Anak kambing saya di belakang saya
Kami semua saling tunjuk. Mas Sigit tersenyum melihat kami semua saling tunjuk. Lalu kami menyanyi lagi. Dengarkan, ya. Ini nyanyian anak-anak. Mesti ini lagu anak-anak tapi yang baca harus tetap mendengarkan ya. Walaupun yang baca buku ini sudah dewasa. Tetapi tetap baca, ya. Dengarkan, ya.
Satu-satu aku sayang ibu
Dua-dua aku sayang ayah
Tiga-tiga sayang adik kakak
Satu dua tiga sayang semuanya
Kalau nyanyi “Satu-Satu” aku ingat waktu aku berkemah. Kuceritakan ya. Dengarkan, ya. Waktu itu aku berkemah. Reguku, regu Kancil. Terus aku punya yel-yel. Yel-yelnya mirip sekali dengan lagu “Satu-Satu”.
Satu-satu kami regu Kancil
Dua-dua kami paling terampil
Tiga-tiga kami paling kecil
Satu dua tiga kami pasti berhasil
Kancil siap. Kancil siap.
Kancil siap. Kancil berhasil.
Yesssssssssss
Tetapi perjuangan regu kami tidak sia-sia. Juga kami berhasil mendapatkan juara umum dengan hasil poin = 10 poin. Juara satu, 6 poin. Juara dua 4 poin. Kok aku nggak nyambung, ya? Malah tentang perkemahan.
Maaf, ya, pembaca! Sorry
Lalu kami nyanyi lagi. Dengarkan ya.
Nenek ayam-ayamku mana
Sudah makan dulu
Ada mi ayam special tuh
Lagunya keren kan?
Di persimpangan mobil berhenti. Lalu jalan lagi. Di perjalanan kepala saya mulai pusing. Saya tidur. Saya bermimpi. Kalau HP saya ada yang mencuri. Lalu saya bangun lagi. Ternyata HP aku dipinjam oleh Pupuh. Perasaan aku pun lega. Lalu kami nyanyi lagi. Dengarkan, ya.
Hai, kawan marilah kita renungkan
Susah senang kita hadapi bersama
Pahit manis kita rasakan bersama
Itulah lagunya. Wahai, pembaca buku catatan perjalanan Irman jangan bosan, ya. Walaupun isi ceritanya hanyalah nyanyian melulu.
Di perjalanan mobil berhenti karena bannya bocor. Tentu kami semua turun. Di sana ada warung. Aku jajan. Aku melihat sawah-sawah. Di dekat sawah itu ada sungai. Lalu aku membeli manisan. Tidak berapa lama ban mobil sudah tidak bocor lagi. Kami semua naik mobil kembali. Dan mobil pun jalan lagi. Di tanjakan ban mobil yang lain jatuh. Oleh Sanadi dan Kak Rojali ban mobil itu dibawa. Mobil berjalan lagi. Perjalanan itu. Mobil melalui tanjakan yang sangat panjang. Setelah itu menurun.
Kita sudah sampai di simpangan Cijahe. Lalu Pak Acang berbicara dengan Mas Sigit. Dia memamerkan keping uang. Katanya orang Badui suka sekali. Orang Badui suka beli keping uang itu. Tidak berapa lama kami sampai di Cijahe.
Wah, ternyata kampung Cijahe banyak perubahan ya. Dulu di sana tidak ada tower. Sekarang ada. Dulu tidak ada kedai minuman di dekat rumah peristirahatan kami. Sekarang ada. Kampung Cijahe benar-benar banyak perubahannya.
Setelah itu saya makan dengan teman-teman. Wah, enak sekali! Pas lagi lapar langsung makan. Oh, kue aku hampir ketinggalan di atas mobil. Lalu aku mengambil kue itu. Sesudah makan aku masuk ke dalam rumah. Di sana ada Kak Mulyadi, Kak Enday, Fahroji, Suhendar, Pepen, Rojali, dan Sanadi. Di sana Cecep mulai mengisi catatan perjalanannya.
Lalu aku mengambil buku. Aku juga langsung mengisi catatan perjalanan. Sayang ya bolpoin aku habis. Ku kembali buka ke dalam tas. Lalu aku keluar. Teman-teman yang lain belum selesai makan. Aku melihat ke depan rumah itu ternyata di dalam sana ada Pak Acang.
Setelah semuanya selesai makan, Pak Prabu. Oh ya, para pembaca nama Pak Prabu itu panjang. Tapi aku tidak tahu soalnya aku lupa. Dia adalah seorang penulis buku. Sudah banyak buku yang dia buat. Dia memberikan lagu yang sangat indah. Kami semua mendengarkannya.
Siapa yang suka baca tepuk tangan
Siapa yang suka baca tepuk tangan
Siapa yang suka baca pasti jadilah pintar
Siapa yang suka baca tepuk tangan
Wah, lagunya keren banget! Lalu Mas Sigit dan Pak Ubai membagi-bagikan air minum untuk nanti di perjalanan kalau haus. Aku menerima air minum itu dari Mas Sigit. Setelah semuanya kebagian, kami berangkat menuju Cibeo dan Cikartawana. Kedua tempat itu belum kami jelajahi karena tahun lalu kami hanya menjelajah Cikeusik. Dan perjalanan itu pasti jauh.
Lalu kami melewati jembatan yang sudah reot. Wajar saja jembatan itu reot karena tiangnya saja hanya bambu yang tidak diikat atau pun dipaku. Tetapi jembatan itu tidak menakutkan karena kalau pun jatuh tidak akan sakit hanya mencebur doang ke sungai.
Dulu itu kami belok kanan tapi sekarang beda. Sekarang kami belok kiri. Dan langsung nanjak. Di persimpangan jalan itu ada yang ke kiri dan ke kanan. Tetapi semua jalan itu benar tetap menuju Cibeo. Aku memilih jalan kanan karena menurutku jalan kanan itu jalan yang bagus. Lalu lurus dan teman-teman ada yang bicara.
“Seandainya saja kita bisa main sepeda di sini. Jalannya bagus sekali. Tidak ada batunya.”
Di perjalanan aku sangat haus. Sayang ya air yang Mas Sigit berikan padaku itu aku membuangnya. Dan sekarang aku menyesal karena telah membuang air itu. Aku terus berjalan dan aku tiba di jembatan. Jembatan itu terbuat dari bambu. Talinya terbuat dari ijuk tapi anehnya jembatan itu tidak reot. Di jembatan itu sangat sejuk. Aku berhenti sebentar. Lalu aku jalan lagi. Di ujung jembatan itu aku menemukan pulpen. Lalu aku bertanya-tanya pulpen siapa yang jatuh. Dan ternyata pulpen itu milik Cecep.
Lalu kita berjalan lagi. Di perjalanan aku melihat Kak Rojali membawa daun Hamberang. Dia gunakan untuk menutupi kepalanya karena dia kepanasa. Tidak berapa lama aku sampai di terowongan. Kuberi nama terowongan itu terowongan Casablanca. Lalu aku jalan lagi. Aku melihat orang-orang pada berhenti. Ternyata mereka menemukan air. Tanpa basa-basi aku langsung cuci muka dan kepala agar tidak panas. Lalu aku jalan lagi. Di perjalanan aku melihat lumbung padi orang Badui. Lumbung padi itu sangat tinggi. Lalu aku berdiri di bawah lumbung itu sambil foto-foto. Lalu aku jalan lagi dan melihat orang-orang berhenti. Kami menemukan sungai lagi. Aku lari menghampiri. Kubuka baju. Lalu kuletakan. Aku langsung cuci muka dan foto-foto. Karena terlalu asyik HP aku hampir jatuh ke sungai. Dag-dig-dug hatiku karena kaget. Lalu aku moto lagi.
Lalu aku jalan dulu ke seberang untuk mengantarkan tas dan sepatu. Lalu aku disuruh Teh Pipih untuk memoto dan aku pun tidak menolaknya. Kupotret Teh Pipih dengan Teh Rohanah. Lalu aku membuka tas untuk mengambil jaket dengan cerobohnya kubuka tas itu dengan sangat kencang. Resletingnya rusak. Aduh!
0 komentar:
Post a Comment