728x90 AdSpace

  • Latest News

    27 May 2013

    Jalan ke Badui Bersama Tetamu Jauh

    Catatan Suryati

    Sabtu (12.05.2012)
    Pagi ini aku bangun tidur jam 05.30. Sebenarnya tadi mau bangun jam 05.00 tapi tidak jadi. Tapi saat merasa udah siang aku langsung bangun. Lalu ambil pakaian yang udah dicuci. Setelah itu menjemurnya. Setelah itu baru mandi. Karena hari ini jalan-jalan ke Badui. Aku terburu-buru banget karena takut ketinggalan. Setelah datang ke rumah kakakku Pipih masih belum mandi. Aku bertanya.

    “Moal ilu? (enggak akan ikut)?”

    Kakak hanya diam saja. Aku langsung ke kamar. Lalu keluar lagi mengambil baju yang di lemari gantung. Warna baju adalah warna pink. Setelah itu aku ke kamar lagi. Lalu memakai bajunya. Juga pakai rok panjang warna merah. Sepertinya serasi. Ada motif bunga kecil.

    Setelah itu aku berkaca. Lumayan nggak terlalu kebesaran. Tiba-tiba Herti lewat (teman sekelasku). Ibu bertanya pada Herti.

    “Naon moal ilu ka Badui?”

    Ilu artinya ikut. Lalu Herti bertanya memang tidak akan yoga. Aku bilang tidak tahu. Lalu Herti bilang lagi. Tadi teman-teman laki-laki ke Taman Baca Multatuli. Ayo, katanya! Aku enggak ikut deh. Jawab aku. Lalu ibu dan kakaku bilang, “Oh.”

    Dengan terpaksa aku ganti baju. Untuk ikut yoga bajunya penjas yang seragam sekolah. Lalu aku keluar. Aku dan Herti menuju Taman Baca Multatuli. Tiba-tiba ada Dede Andriawan bertanya.
    “Mau ke mana, Herti?”
    “Mau ke Taman Baca Multatuli.”
    “Oh.”
    “Mau apa?”
    “Tadi anak-anak lelaki ke sana?”
    “Oh. Mereka main ke sana.”
    “Yoga?”
    “Hari ini tidak yoga.”

    Aku dan Herti akhirnya kembali. Aku kembali ke rumah. Aku ganti baju lagi. Herti tadi minta maaf sebab membuat aku ganti baju. Repot. Aku jawab tidak apa.

    Waktu aku bertanya kepada kakak. Apakah ia mau ikut ke Badui atau tidak. Kakak malah nyuruh aku ambil kartu peserta. Lalu aku ambil handuk. Lalu berjalan menuju taman baca. Di perjalanan aku bingung. Harus ke sana atau jangan. Soalnya kelihatannya Pak Ubainya juga nggak ada. Setelah berpikir panjang akhirnya aku bertekad untuk ke sana. Waktu datang ke sana ternyata Pak Ubainya nggak ada. Lalu tiba-tiba ada yang datang. Yang datangnya dua orang. Keduanya sama perempuan. Yang satu pakai jilbab dan yang satu lagi tidak. Ia hanya diikat rambutnya. Lalu aku bertanya.
    “Pak Ubai ke mana, ya?”
    Lalu orang yang pakai jilbab berkata, “Sepertinya ia mandi.”
    Aku tidak tahu nama kedua orang itu soalnya aku belum kenalan. Lalu ia bertanya lagi,
    “Memang ada apa, Dik?”
    “Mau ngambil kartu peserta,” aku menjawab.
    Lalu orang itu ke dalam untuk mengambil kartunya. Sebelum ia memberikan kartu itu, ia menanyakan dulu siapa namaku. Aku menjawab.
    “Suryati.”
    Tapi aku lupa menanyakan siapa namanya. Soalnya terburu-buru banget. Setelah datang ke rumah. Aku mau memberikannya kepada kakak. Malah direbut oleh Kusma, adikku.

    Waktu aku lihat keluar rumah. Tiba-tiba teman-temanku dan juga Pak Ubai beserta istrinya sudah pada berangkat. Ibu marah-marah dan terlihat cemas. Kakak tidak peduli. Soalnya kalau terlalu terburu-buru malah akan rusak semuanya. Aku juga santai saja. Soalnya aku sudah siap. Kalau mau berangkat silakan langsung berangkat. Bekal sudah siap. Lauknya telur dadar dengan pete.

    Setelah beberapa lama akhirnya kakak selesai juga persiapannya. Lalu kami keluar berjalan. Waktu lihat Kak Rohanah. Kakak menyapanya dulu. Lalu berjalan lagi. Hingga saat dekat rumah Enun, kakak bertanya padaku.
    “HP dibawa?”
    “Tidak.”
    Lalu kakak menyuruhku untuk kembali ke rumah. Lalu aku mengambil HPnya. Aku mencibirkan bibir tapi tetap mau mengambil HP itu. Lalu aku kembali ke rumah. Sampai di rumah aku langsung mengambil HPnya. Lalu berlari lagi menuju tempat kakak berada. Sesampainya di tempat kakak enggak ada. Waktu kulihat ke depan ternyata kakak di depan. Aku berlari lagi. Walaupun capek sih.

    Sesampainya di sana, ternyata kakak sama Sanadi. Sanadi di motor. Mungkin tadinya Sanadi ngajak untuk naik. Tapi nggak jadi. Kutanya mau nunggu temannya dulu. Aku dan kakak berjalan lagi. Di tengah perjalanan. Dekat dengan kampung tetangga, Cikadu ada barisan motor. Ternyata barisan itu Kak Sanadi dan Kak Soleh. Tapi rasanya di belang masih ada satu lagi tapi enggak kosong. Ia membawa Acih. Aku lupa siapa yang membawa motornya.

    Lalu Kak Soleh mengajak untuk naik. Lalu kakak bilang. “Bagaimana kalau bagi dua. Kakak dengan Kak Soleh. Dan aku dengan Sanadi.” Keduanya sama-sama kosong. Lalu aku dan kakak naik. Sesampainya di Cikadu ada Kak Ida. Keluarganya Kak Sanadi. Umurnya 14 tahun. Ia perempuan. Sanadi mengajak untuk naik. Tapi enggak jadi. Nanti aja katanya. Di depan sana. Lalu kami melewati jembatan. Jembatannya di atas. Di bawahnya air sungai yang besar. Waktu mau nyeberang ada Mas Sigit Susanto.

    Sanadi memberhentikan motornya dulu. Karena jembatannya kecil. Jadi enggak boleh sembarangan. Nanti bisa jatuh. Setelah Mas Sigit di seberang. Sanadi menjalankan motornya lagi. Setelah itu berhenti di depan masjid Cikadu. Aku turun dulu karena kalau naik terus kan terlalu lama. Habisnya nungguin sih. Nunggu Kak Ida. Setelah beberapa lama akhirnya Kak Ida datang juga, lalu aku naik. Setelah itu Kak Ida.

    Lalu Sanadi menyetir motornya lagi ngebut loh. Soalnya nanjak. Karena tumpuk aku hampir keringatan. Habisnya aku di tengah-tengah. Jalannya nanjak terus loh. Enggak berhenti-berhenti. Paling-paling ada yang datar 3 meter. Kalau setelah itu nanjak lagi. Setelah beberapa lama akhirnya datang ke lapangan Cikadu. Walau disebut lapangan Cikadu kalau dari Cikadu jauh.

    Terus ada Bu Linda yang mau memoto kami semua yang ada di mobil. Kami difoto. Waktu difoto semuanya pada senyum dan juga bergaya. Sambil menunggu yang lain aku menulis buku harian. Waktu kubuka buku harian ini kulihat ada komik saku. Bukan buku Pak Ubai. Waktu kubaca ternyata itu adalah komik saku punya Kusma. Kemasukan kali ya. Lalu aku memasukannya ke dalam kartu peserta.

    Setelah semuanya naik kami berangkat. Aku buat mobil yang kecil. Warnanya biru sama kakak, Enun, Niah, Oom, Kak Nurajizah, Mamay, Irman, Pupuh, Radi, Kak Iis, Kak Acih, dan masih ada lagi. Enggak semua aku tulis soalnya lupa. Sebelum berangkat kami semua baca basmallah. Oh iya, aku lupa kalau di mobil yang aku tumpangi ada Mas Sigit. Di jalan Mas Sigit mengajak kami untuk nyanyi-nyanyi bersama. Setelah nyanyi Mas Sigit mengajak kami tebak-tebakan. Kita main tebak-tebakan dalam huruf A-Z di dalam nama hewan. Karena nama hewan hanya sedikit, diganti dengan nama orang. Menjadi dua kelompok.

    Waktu asyik bermain. Tiba-tiba Kak Acih mabuk. Mabuknya nggak muntah sih. Tapi tubuhnya lemas seperti mau pingsan. Aku dan teman bersorak “gagal” jika ada satu orang yang mabuk. Soalnya jika ada satu yang mabuk yang lain jadi ikut mabuk. Tapi sebelum terlambat, Kak Acih dipindahkan ke depan. Soalnya di depan lebih enakan. Setelah itu mobilnya dijalankan lagi. Lalu nyanyi lagi. Lagunya seperti ini.

    Di depan ada cowok
    Cowoknya cowok matre
    Sukanya makan pete
    Baunya baud age

    Dage itu kotoran yang ada di leher. Kalau yang enggak pernah mandi. Orang pasti ada dagenya. Lagu ini kakakku yang ngajarin. Dan kami menyanyikannya saat ada cowok di samping. Cowok itu adalah Kak Ucun, Kak Rojali, Sanadi, Komar, Kak Sarman, Pendi, dan Kak Saepul.

    Setelah beberapa lama akhirnya datang di Ciminyak. Mobilnya diberhentikan dulu. Soalnya semua pada turun untuk beli sesuatu. Kakak turun dulu. Katanya mau beli antimo soalnya takut aku mabuk. Soalnya aku juga pernah sih. Mabuk yang kutulis. Bukan berarti mabuk-mabukan tapi mabuk karena menaiki kendaraan. Jadi untuk jaga-jaga kakak beli dua.

    Sambil menunggu aku turun dulu. Mau beli es. Soalnya teman-teman juga pada turun. Aku beli satu harganya 1000. Aku enggak beli untuk kakak. Soalnya uangnya dipegang semua oleh kakak. Aku kebetulan menemukan uang di saku hanya 1000.

    Lalu Pak Ubai menaikan dua kardus. Mungkin isinya air. Soalnya kardusnya ada gambar aqua. Kami lalu naik ke mobil lagi. Namun sebelum berangkat, Pak Ubai menawarkan siapa yang mau ikut duduk di depan bersama Bu Linda. Lalu kakak bilang kalau aku ingin ikut. Lalu Pak Ubai menurunkan aku. Lalu ia mengantarkan aku ke seberang. Menuju mobil yang satu lagi. Lalu aku duluan naik diikuti oleh Bu Linda.

    Lama kelamaan perutku mual. Oh ya, asal tahu saat di mobil pun aku makan es krim yang kubeli tadi di Ciminyak tapi sekarang sudah habis. Tempat bekas es krim itu terbuat dari bahan plastic. Setelah habis aku letakan wadah itu karena perutku mual. Aku mengambilnya dan meludah ke wadah itu. Terpaksa aku lakukan. Soalnya enggak kuat lagi.

    Sampai juga akhirnya kami di Cijahe. Setelah makan kami berjalan menuju kampung Badui. Di kampung Badui ini udaranya sejuk. Orang-orang Badui terus ngelihatin kita. Nama kampung ini kampung Cibeo. Laki-laki katanya mandi di air yang tadi kami lewati. Hanya dipakai mandi itu katanya jauh di depan. Setelah lama di sini. Kami berjalan lagi ke menuju perkampungan Cikartawana.

    Di Cikartawana aku melihat lesung yang panjangnya kira-kira 4 meter. Di kampungku paling-paling 1 meter. Lalu Pak Prabu mewawancarai orang Badui itu. Setelah selesai akhirnya kami jalan lagi. Kirain mau ke mana. Ternyata kita itu udah mau pulang. Enggak terasa ternyata kami sudah melakukan perjalanan panjang. Sekarang sudah mau balik lagi.

    Setelah melewati sungai kami berjalan lagi. Terus dan terus. Hingga keringat pun bermunculan. Kadang kami berhenti. Tapi kali ini nggak kayak tadi. Tadi tuh sering banget berhenti. Tapi sekarang gak terlalu sering. Sekarang juga jalannya gak sama namun berpencar. Kali ini aku jalannya tidak dengan Niah seperti waktu berangkat. Sekarang aku jalan dengan yang gede-gede. Ada Kak Ucun, Rumdi, Kak Mulyadi, Pipih, Teh Rohanah, dan yang lainnya.

    Setelah beberapa lama melanjutkan perjalanan. Akhirnya kami datang juga di rumah yang tadi kami makan itu. Kami semua beristirahat di sini sambil menunggu yang belum datang. Setelah semuanya datang dan setelah beristirahat kami semua pulang. Kami cepat pulang sebab takut kemalaman. Nanti orang tua pada khawatir. Aku muat mobilnya bersama Bu Linda lagi di depan. Aku nggak mabuk. Jadi bisa tidur dengan tenang. Waktu bangun. Ternyata udah di lapangan Cikadu.

    Satu per satu kami diangkut oleh motor. Saat itu ada Sujatna bawa motor tanpa penumpang. Aku disuruh Bu Linda untuk segera naik. Kita ditumpuk dua dengan Nuraenun. Soalnya kami kecil-kecil jadi muat saja. Setelah beberapa lama akhirnya datang juga ke Ciseel.

    Aku langsung turun saat berada di depan rumahku. Nuraenun turun duluan. Waktu tadi di depan rumahnya. Setelah turun aku ucapin terima kasih. Lalu langsung masuk ke rumah. Seluruh keluargaku pada nyambut di rumah. Setelah itu aku langsung tidur. Tapi tahu-tahu aku bangun udah pagi. Aku sebel banget. Ngapain sih tadi malam aku terburu-buru tidur. Aku nggak lihat pertunjukan lagi. Sampai-sampai aku nangis loh. Saking sebalnya. Aku ngelewatin semuanya begitu saja. Menyebalkan tapi walaupun begitu aku tetap bersyukur deh. Soalnya bisa ikut jalan-jalan. Makasih. Salam sejahtera. Suryati.


    Puisiku
    Taman Baca

    Taman baca bagaikan surga bagiku
    Buku yang ada di taman baca semuanya temanku
    Semua buku pasti pernah melihatku
    Dan semua buku akan menyerahkan diri untuk dibaca olehku

    Surga duniaku adalah taman baca
    Tanpa taman baca aku tidak tahu apa-apa
    Tanpa taman baca tak ada yang mau menemaniku
    Di hari senggangku
    Saat sepi aku ke sana
    Saat sedih aku ke sana
    Saat gembira aku ke sana
    Saat galau aku ke sana
    Taman baca pencerah hatiku

    Taman baca ku berterima kasih padamu
    Karenamu kini kutahu dunia buku
    Karenamu kini aku pun tahu apa itu buku
    Semuanya berkatmu juga semuanya karenamu

    Taman baca bagaikan kulitku
    Jika kotor aku tidak akan tenang melihatnya

    Taman baca bagaikan rumah bagiku
    Tempat aku datang dan tempat aku pergi

    Kalau mau tahu dunia buku
    Kamu harus ikut reading group Max Havelaar
    Bersama kami kapan pun mau
    Boleh ke sini tempatnya
    Di Ciseel Jalan Multatuli

    Berharganya berlian menurutku lebih berharga taman baca. Aku ingin taman baca ini seutuh satu berlian yang selalu dijaga dan dijaga. Sampai di hari tua.

    Buku adalah temanku
    Buku adalah guru keduaku
    Jika tidak ada guru, aku tidak
    Mengerti tentang satu soal, aku
    Akan mencari buku,  untuk memberitahuku
    Dan buku sangat berarti, jika dibandingkan
    Dengan satu mutiara yang sangat bersinar
    Buku adalah sumber ilmu. Buku adalah
    Otak yang kedua. Jika lupa kita harus
    Catat ke buku. Begitulah buku memang
    Sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan.

    Taman baca semoga abadi. Forever. Amin. Doaku menyertai. Suryati.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    1 komentar:

    1. Muridnya calon sastrawan ya kang Ubai....hebat..!!!...deskripsinya mantap tuh utk menceritakan pengalaman perajalanannya dlm satu hari itu....sukses selalu...!!

      ReplyDelete

    Item Reviewed: Jalan ke Badui Bersama Tetamu Jauh Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top