728x90 AdSpace

  • Latest News

    27 May 2013

    Birthday Max Havelaar

    Catatan Rukanah

    Hari Jumat tanggal 11 Mei 2012


    Aku bangun dari tidurku. Aku langsung bangun dan segera mengambil handuk untuk segera mandi. Hari masih agak malam. Selesai mandi aku segera mengambil air wudhu. Selesai itu langsung shalat subuh. Selesai itu aku segera memakai baju sekolah, yaitu kaus olahraga.

    Selesai memakai baju aku segera sarapan. Setelah sarapan aku langsung memakai kerudung. Selelsai itu aku segera berangkat. Di perjalanan aku bertemu teman. Jadi aku berangkat bersama teman. Di jalan kami ngobrol.

    Tak lama kemudian datang ke sekolah. Tiba di kelas teman-teman sedang duduk-duduk di bangkunya. Ada yang menulis dan ada juga yang ngobrol-ngobrol. Aku langsung duduk ke bangkuku. Tak lama kemudian masuk kami semuanya hanya berbincang-bincang saja. Kemudian datang Pak Dadang mengajak olahraga. Kami semua langsung keluar dan langsung ke lapangan.

    Di sana kami berbaris. Setelah itu kami berlari mengelilingi lapangan. Perempuan 2 kali. Laki-laki 3 kali. Selesai berlari kami semua berbaris lagi. Kemudian menggerak-gerakan seluruh tubuh.

    Selesai olahraga kami semua kembali lagi masuk kelas. Tak lama kemudian Pak Ubai datang masuk kelas. Lalu kami belajar bahasa Indonesia. Menulis huruf sambung dan mendengar cerita yang berjudul Ciung Wanara. Kami disuruh menceritakan kembali cerita ini. Selesai belajar kami pulang.

    Di jalan kami ngobrol seperti biasanya. Tak lama kemudian datang ke rumah. Aku segera berganti pakaian. setelah itu aku langsung makan siang. Selesai makan siang aku segera mencuci piring. Setelah itu aku nonton tv. Selama aku berbaring jam menunjukan pukul 01.25. Dan tidak lama kemudian terdengar pengumuman. Katanya aka nada drama Sijah dan Adinda di lapangan sekolah MI.

    Aku mengajak emakku untuk melihat drama. Aku keluar rumah dan terdengar Elis memanggilku. Aku segera berangkat bersama Elis, Emakku, dan yang lainnya. Tiba di sana semuanya sudah berkumpul. Lumayan penonton agak banyak. Kerbau Saijah sedang makan rumput. Drama Saijah Adinda pun telah dimulai.

    Selesai dramanya akan ada sulap. Yang sulapnya Mas Douri. Sulapnya sangat menarik. Air berubah warna. Terus busa sampo dibakar api. Dan yang lain-lainnya. Selesai sulapnya aku langsung pulang. Semua penonton pada pulang ke rumahnya masing-masing. Datang ke rumah hari sudah sore.

    Aku segera mandi. Aku tidak sempat shalat ashar karena sudah mendekati adzan maghrib dan kemudian maghrib. Aku segera ambil wudhu untuk shalat maghrib. Aku tidak pergi mengaji karena malam ini aku punya tugas, yaitu membaca puisi. Aku mengambil kertas yang berisi puisi itu. Lalu aku membacanya 2 balikan. Tak lama kemudian Mariah memanggilku. Aku segera keluar sambil membawa kertasnya. Kami menunggu bagian kami. Aku bertugas membaca bahasa Italia. Kemudian bagian kami membaca puisi saling bergantian.

    Setelah selesai kami semua turun dari panggung. Malam ini juga ada sulap, yaitu dari Mas Sigit. Dia memakai rambut yang berwarna-warni dan hidung mancung alias panjang. Sehingga membuat orang-orang pada tertawa. Aku langsung ke rumah dengan Mariah, Iis, dan Teh Warsih. Mereka ke rumahku nonton tv. Dan tak lama kemudian ada pencak silat. Aku segera keluar hanya untuk melihat. Selesai itu aku kembali lagi ke rumah. Aku, Mariah, Iis, dan Warsih makan asam, yaitu cuka yang terbuat dari pisang asam. Pakai garam, cabe, dan gula.

    Cara membuatnya sediakan air ke dalam wadah. Lalu celupkan beberapa pisang ke dalam air tersebut. Terus tambah garam sedikit dan juga cabe. Biarkan beberapa hari. Paling lama seminggu lebih. Bila sudah terasa asam cuka tersbut siap untuk kita makan. Dimakannya bisa dengan pepaya yang masih muda. Bisa dengan mentimun, singkong, dan juga daun jambrong yang baunya wangi sedap. Dan dimakan cuka pisang alias cuka cau.

    Oh iya, satu lagi cuka bisa dimakan dengan umbi liar. Karena hari sudang sangat malam. Akhirnya aku tidur. Lagian teman-teman sudah pada pulang.


    Sabtu tanggal 12.05.2012


    Terdengar teriakan ayam aku segera bangun dari tempat tidur. Aku segera ambil handuk dan langsung mandi. Selesai mandi segera ambil air wudhu. Segera shalat subuh karena masih sempat. Setelah shalat subuh aku segera berganti pakaian dan menyiapkan barang-barang yang akan dibawa, yaitu buku, pulpen, air, dan nasi. Setelah itu aku sarpan biar tidak sakit perut. Emakku selalu mengingatkan padaku agar makan sebelum ke mana-mana. Selesai makan aku langsung keluar rumah. Di sana teman-teman sudah menunggu. Aku segera berangkat. Tiba di jembatan ada yang memanggil-manggil aku. Aku menengoknya ternyata ibunya Si Imong. Aku pun ke sana. Di sana aku diberi uang sepuluh ribu untuk aku dan adikku.

    Aku kembali jalan dan aku samperin Warsih. Ternyata Warsih sudah di jalan. Bersama Mariah dan Ucu. Kami pun berangkat bersama. Aku dan teman-teman berjalan kaki sampai lapangan Cikadu. Ada yang naik motor. Ada yang jalan kaki. Termasuk aku jalan kaki. Di perjalanan kami sambil ngobrol ngalor ngidul.

    Tiba di jembatan Cikadu yang panjang dan tinggi. Aku sangat takut menyeberangi jembatan ini. Kami saling berpegangan erat-erat dengan Mariah. Jembatannya bergoyang-goyang. Semua pada menjerit-jerit. Akhirnya selamat juga. Aku mengucapkan Alhamdulillah. Kami berjalan kembali. Di sana Si Ajat sudah menunggu. Aku, Warsih, dan Jana disuruh naik motor. Aku langsung naik. Warsih di belakang karena membawa tas lebih besar. Jana di depan. Ajat langsung menyetir motornya. Tapi tiba di jembatan motornya mogok karena terlalu banyak penumpang. Akhirnya Warsih turun. Hanya aku dan Jana yang langsung dibawa. Kata Ajat, Warsih nanti dijemput.

    Tiba di tanjakan dekat lapangan aku dan Jana diturunkan. Disuruh jalan sampai lapangan karena kasihan sama Warsih. Begitu kata Ajat. Aku dan Jana berjalan sampai lapangan. Ternyata di lapangan sudah banyak orang dan dua mobil yang sedang menunggu. Lalu aku menunggu di pinggir jalan dengan adikku.

    Tak lama kemudian Warsih datang. Semakin banyak artinya bertambah teman-teman yang datang. Karena sudah pada kumpul semua langsung naik mobil. Aku juga langsung naik ke mobil. Mobil yang aku naiki besar dan berwarna kuning. Di mobil ini banyak tamu-tamu dan Pak Ubai juga di sini. Anak-anaknya hanya sedikit, yaitu perempuannya aku, Warsih, Suha, Herti. Kami menaiki mobil ini karena di mobil itu sudah penuh. Jadi kami naik mobil ini saja. Padahal Ajat tadi menawarkan untuk naik motor saja. Tapi aku tidak mau. Aku inginnya bersama-sama dengan teman jadi asyik.

    Kemudian mobil mulai berjalan. Semua mengucapkan bismillah. Lalu mobilnya berangkat. Kami semua berdiri. Setelah berapa lama berdiri, kemudian aku duduk. Perutku terasa mual-mual. Sepertinya ingin muntah saja. Kepalaku pusing-pusing dan enyut-enyutan.

    Tiba di Ciminyak mobilnya berhenti dan yang lainnya turun untuk membeli. Aku menyuruh adikku untuk membeli es krim. Setelah itu mobilnya berangkat lagi. Di perjalanan aku agak pusing. Kadang duduk. Kadang berdiri. Terdengar obrolan para tamu yang begitu asyiknya. Aku duduk dekat Si Unang. Si Unang meledek melulu. Aku tidak peduli dengan ejekan Si Unang.

    Kepalaku bertambah pusing. Rasanya ingin muntah saja. Rasanya perjalanan ini sudah sangat panjang. Tapi belum sampai juga. Tiba-tiba mobilnya berhenti. Yang lain pada turun aku tidak. Aku lihat adikku bersandar ke dinding mobil. Kayaknya dia juga pusing sama denganku.

    Terus aku mendengar kabar katanya mobil yang satu bannya bocor. Pantesan belum terlihat. Lalu aku minum dan diberi biskuit namun aku menolaknya. Karena tidak mau. Diberi biskuitnya oleh Teh Warsih. Tak lama kemudian mobilnya berjalan lagi. Tubuhku terasa dipontang-panting. Jelas jalan batu. Rasanya lelah sekali. Herti memanggilku. Tapi aku tidak memperdulikannya. Mobilnya berhenti. Oh ternyata datang. Celanaku basah dan celana Herti juga basah. Karena Herti tadi memegang air dan bersandar. Semuanya langsung turun dari mobil. Berdiri sebentar. Setelah itu kami sama-sama makan bersama.

    Selesai makan kami semua duduk. Ada juga yang berdiri. Lalu setelah itu Mas Rama Prabu memberi semangat pada kami semua, yaitu memberikan sebuah lagu.
    Siapa yang suka baca tepuk tangan 2x
    Siapa yang suka baca pastilah pintar
    Siapa yang suka baca tepuk tangan

    Kami semua menulis tiga baris lagu yang diberikan oleh Mas Rama Prabu itu. Setelah itu aku bersiap-siap untuk berangkat ke Cibeo. Lalu aku ditanya oleh Pak Ubai.
    “Rukanah mau ikut tidak?”
    “Aku ikut, Pak.” Jawabku.
    “Nggak capek?”
    “Nggak.”

    Kata Pak Ubai yang tidak akan ikut tinggal di Cijahe saja. Menunggu sambil istirahat. Yang tidak ikut bukannya enggak mau tahu Cibeo. Namun karena kelelahan. Jadi harus istirahat dulu. Mereka yang tidak ikut setahu aku. Teh Warsih, Mariah, Kak Nurdi, Maryam, dan Acih.

    Lalu kami semua langsung berangkat bersama. Menyusuri jejak Cibeo. Kata Pak Ubai jaraknya seperti dari Ciseel ke Cigaclung. Di sana kami menyeberangi jembatan yang terbuat dari bambu yang sudah kering. Setelah melewati jembatan kami jalan lagi. Aku bertanya-tanya dalam hati. Apakah perjalanan ini masih panjang. Jalan tanah yang berwarna merah. Di samping terdapat semak-semak yang tinggi. Sambil berlari kami berjalan. Dan sudah terasa panas mukaku. Pantas saja ternyata sudah melewati perjalanan yang sangat panjang ini. Naik turun. Naik turun. Itulah jalan yang kami lewati. Terasa tubuhku panas dan keringat yang dari tadi tak henti-henti. Tubuhku terasa panas karena terik matahari.

    Tiba di sana. Entah di mana aku dan teman-teman istirahat dulu. Setelah itu kami berjalan lagi. Kemudian di sana aku melihat leuit yang sangat cantik dan tinggi-tinggi. Mungkin di dalamnya banyak padinya. Berhenti dulu sambil lihat-lihat. Lalu kami berjalan lagi. Kami melewati perjalanan yang panjang lagi.

    Kami menemukan sungai. Di sana sudah banyak yang mencuci muka. Aku segera ke sana. Lalu aku menyentuh air itu. Wah, airnya dingin sekali! Tadinya gerah sekarang tidak karena ada air. Lalu aku duduk di atas batu dan aku mencelupkan ke dua kakiku ke dalam air. Kulihat yang lainnya lagi foto-fotoan bergantian. Setelah terasa enak tubuhku. Aku segera menyeberangi sungai ini. Menunggu di sebelah sana.

    Tak lama kemudian kami semua berangkat lagi sambil menikmati udara yang terasa dingin dan segar. Di sini kami mulai berjalan dengan perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Air bekalku sudah habis. Lalu Neng Elis memberiku air. Aku menerimanya karena haus. Sambil jalan kami ngobrol. Sambil menikmati udara yang dingin dan segar.

    Tak lama kami datang ke tempat yang dituju. Tapi sebelum datang ke Cibeo kami menyeberangi jembatan. Kami menyeberangi tiga jembatan yang sama terbuat dari bambu sejak dari Cijahe. Nah, di sana aku kaget. Ternyata begini yang namany Cibeo. Aku akan teliti melihat-lihat tempat ini. Karena ini pengalaman baruku. Aku sangat senang sekali. Walaupun merasa capek. Aku tidak peduli yang penting aku dapat pengalaman baru.

    Lalu aku berjalan dan aku duduk di beranda yang terbuat dari bambu. Sudah banyak teman-teman yang duduk-duduk sambil istirahat. Saat aku lewat orang sedang duduk. Orang itu berkata.
    “Leuh, mani gareulis.”
    Lalu aku menengoknya. Ternyata ibu-ibu yang lagi duduk. Elis lalu mengaja aku untuk jalan-jalan dan melihat-lihat tempat ini. Saat keliling bersama Elis aku melihat anak-anak yang sedang main lari-lari. Dan juga anak perempuan yang lagi menggendong adiknya yang masih bayi. Di bawah rumahnya banyak kayu bakar. Kayu bakar tersusun sangat rapi. Rumahnya tinggi dan lebar. Aku melihat dalamnya sangat gelap. Lingkungan rumahnya sangat bersih tak ada satu pun sampah yang berserakan di tanah. Rumahnya sama semua dan jalannya penuh dengan batu-batu yang besar-besar. Selesai jalan-jalan aku segera duduk lagi di beranda.

    Di sana aku melihat pedagang. Anak-anak kecil pada kumpul-kumpul di tempat itu. Mungkin mereka lagi melihat-lihat atau beli kue-kue tersebut. Di sana juga ada tempat sampah yang terbuat dari bambu. Bentuknya kerucut dan agak besar. Jadi kalau buang sampah jangan sembarangan. Buangnya harus ke sana. Lalu aku jalan-jalan lagi ke belakang rumah yang aku tumpangi. Bersama Elis, Elah, Ida, dan adikku, Jana. Di sana aku melihat-lihat tempat itu. Ternyata kampung Cibeo ini cukup luas dan rumahnya banyak. Aku melihat anak kecil yang lagi nangis entah kenapa. Suaranya sangat keras.

    Setelah itu aku mengajak adikku untuk kembali ke tempat tadi duduk. Di sana aku hanya ngobrol-ngobrol saja dengan teman. Yang lain pada jalan-jalan mengelilingi tempat ini. Oh, iya, tadi aku lihat nenek-nenek yang sedang menumbuk. Entah apa yang ditumbuk itu. Aku senang sekali melihat-lihat tempat ini.

    Nah, sekarang akan pulang. Semuanya sudah pada kumpul dan sudah siap untuk berangkat. Di sana banyak teman-teman yang mengambil buah. Aku juga mengambil beberapa buah. Buah disediakan orang Cibeo. Aku mengambil untuk bekal di jalan. Kami melewati jembatan. Setelah itu melalui jalan setapak. Yang lain sudah ada yang di depan. Tapi aku masih di belakang. Lagian di belakang aku masih ada. Lalu kami berjalan lagi.

    Nah, di sini belok kiri. Katanya mau ke Cikartawana. Kami berjalan menuju Cikaratwana. Kami pun nyampe di Cikartawana karena jaraknya tidak terlalu jauh. Wah, ternyata tempatnya bersih sekali. Tapi tidak ada batu yang berserakan. Aku melihat lesung yang panjang sekali. Di bawahnya banyak bekas daun padi. Aku duduk di tanah yang bersih itu. Sambil istirahat sebentar. Setelah istirahat aku berdiri dan kemudian berjalan. Menuju teman-teman yang sedang beristirahat.

    Kami pulang. Aku membuka sandalku dan kulihat kakiku merah karena kepanasan. Kami tidak terasa sudah melalui jembatan yang tadi kami lewati. Sungai itu sepertinya dalam karena airnya berwarna hijau. Setelah lama berjalan. Terlihat jembatan yang menuju ke Cijahe. Kami jalani jembatan itu dengan bergantian karena kalau kebanyakan bergoyang-goyang.

    Di depan warung kami berhenti. Aku membeli ale-ale dan aqua. Segera diminum karena haus. Setelah itu kami berjalan lagi. Kami sampai di tempat tadi makan. Aku duduk juga berbaring. Aku pulang dengan menumpang motor dengan Ajat. Aku bilang jangan kencang-kencang membawa motornya. Perjalanan panjang sudah kami lalui. Kami kini tiba di Ciminyak. Aku berhenti sebentar. Aku makan roti. Lalu kami melanjutkan perjalanan hingga sampai di Rasamala. Di sini kami menemukan mobil dua. Mungkin teman-teman belum nyampe ke rumahnya.

    Kudengar suara nyanyian kodok. Kami melewati jalan yang menurun. Di sana aku menemukan tamu yang orangnya kembar itu. Lalu Ajat bilang, “Duluan, Mas.” Dan orang kembar itu bilang, “Iya.” Di jalan kami bertemu Warsih dan Jana. Kami tumpuk 4 satu motor. Aku duduk sebentar di Cikadu sambil nunggu kakakku. Lalu muncul Kak Rudi yang membawa Mamay. Lalu aku minta Kak Rudi untuk menumpangkan Si Jana. Aku dan Teh Warsih lalu pulang dengan Ajat.

    Kami sampai ke kampung kami. Wah, ini sudah malam! Nah, sekarang aku sudah datang ke rumah. Ibuku sangat mengkhawatirkan aku karena malam-malam begini baru datang. Aku masuk ke rumah dan segera melepas tas. Lalu aku disuruh beristirahat. Kata ibuku wajahku pucat sekali. Wajarlah kalau pun begitu. Ini pengalaman baruku. Setelah itu aku mandi. Selesai mandi tubuhku segar kembali dan airnya tidak terasa dingin. Mungkin karena keringat dan gerah. Segar sih segar tapi sayang masih ada yang sakit, yaitu pantatku. Mungkin karena naik motor begitu lama. Dari Cijahe sampai Ciseel.

    Ibuku dan ibunya Ajat keluar untuk melihat yang tampil di panggung. Lalu layar dimulai. Aku melihatnya tapi tidak lama aku langsung ke rumah. Ngantuk sekali. Satu judul pun aku tidak selesai. Aku segera tidur. Sampai besok.

    Terima kasih. Catatan perjalanannya sampai di sini. Eh, belum. Belum selesai. Maaf. Maaf. Karena aku ingin menulis, yaitu menulis puisi.

    Perjalanan Menuju Cibeo

    Matahari terasa panas
    Angin terasa dingin
    Panas dan dingin
    Menyentuh tubuh kami

    Angin bersemilir menyapa
    Kami dengan ramah dan damai
    Kami pun menyapanya
    Sama seperti mereka

    Angin yang dingin dan segar
    Tetap setia menemani kami
    Dan menghibur kami
    Untuk tetap semangat

    Berbelok-belok jalan
    Telah kami lewati
    Kini saatnya kami datang
    Akhirnya datang juga

    Kini kami telah datang
    Ke tempat yang kami maksud
    Ku merasakan pengalaman baru
    Yang sangat indah sekali

    Ku ucapkan terima kasih
    Terhadap pengalaman ini
    Yang telah membuatku
    Senang dan ceria

    Ku akan selalu mengingatmu
    Dan selalu mengenalmu
    Selamat bersenang-senang
    Thank you

    Terima kasih. Ini puisiku. Tapi maaf bila puisi ini tidak enak dibaca dan sebagainya. Wajarlah. Walaupun begitu. Karena aku masih dalam tahap pembelajaran. Iya, kan. Terima kasih. Catatannya sampai di sini saja.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Birthday Max Havelaar Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top