728x90 AdSpace

  • Latest News

    12 April 2013

    Geliat Dusun Ciseel: Taman Baca Disengat Listrik Dicumbu TV



     

    Oleh Daurie Bintang Reborn

     

    Tahun lalu ke Ciseel, aku mengendarai motor sendiri dan hampir putus asa menemui kenyataan jalanan yang berbatu, sangat sempit, dan beresiko terjun bebas ke jurang.  Tahun ini, mencoba naik kendaraan umum dari Bogor bersama “Three Musketeers” Sigit, Heri, dan Tommas.  Anggota kawanan baru menyertai, namanya Kang Rama Prabu dari Bandung yang kemudian menjelma menjadi pasukan SAR Rusia. 

    Menaiki bus kecil dari Bogor menuju Pasar Cipanas, lebih dari separuh perjalanan kami berdiri, bukan karena gak dapat kursi, namun kasihan dengan penumpang lain. Bus yang memang jarang dan jarak panjang dengan penumpang yang selalu penuh.  Jalanan berdebu, banyak lubang, dan tak pernah berubah dari tahun ke tahun.

    Tiga jam kemudian kami turun di Pasar Cipanas, langsung diserbu tukang ojek yang berebutan. Saat kutulis catatan ini, aku menduga profesi tukang ojek menjamur di sana terkait dengan banyaknya anak muda tamatan SD atau SLTP yang tak melanjutkan sekolahnya, kebanyakan tukang ojek masih muda dan berdarah panas.

    Rombongan ojek melaju menuju Pasar Ciminyak sekitar 8 km dan bablas menuju Ciseel.  Memasuki jalanan menuju desa Cangkeuteuk nan indah, Rama Prabu mulai histeris. Siapapun yang pertama kali menyusuri jalanan menuju Ciseel yang berbukit dan  kebanyakan hanya seukuran 1 meter berbatas tebing serta jurang, pasti akan mengalami sensasi. Ada kegembiraan karena pemandangan yang sangat alami dan indah bercampur ketakutan, sebab taruhannya nyawa jika sampai masuk jurang di jalanan licin dan terjal.

    Sampai di dusun Ciseel bersimbah peluh, panggung sudah ada dan suasana mulai ramai. Beristirahat sejenak di Taman Baca Multatuli–ruang kontrakan dari rumah Pak RT–yang dijadikan posko kawan-kawan dari beragam kota. Bedanya kali ini ada Pak Camat Sobang yang hadir bertandang.  Kawan-kawan dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang sudah hadir, ada juga Ariv Yudie dari Semarang.


    Tak lama kemudian kegiatan mulai berjalan, diawali drama Saidjah Adinda dari anak-anak peserta Reading Group Max Havelaar di lapangan sekolah. Tak ada bedanya dengan pementasan tahun lalu, selain beberapa aksesoris pakaian anak-anak sedikit bertambah. Namun selalu ada keseruan tersendiri, apalagi kerbau sungguhan jadi salah satu pemerannya dan kerbau bergerak semaunya sendiri. Penonton tertawa melihat ulah kerbau, padahal pemainnya jadi takut.

    Selesai pementasan, aku mulai Science Show, beberapa percobaan science ala pemain sulap aku mainkan. Harapannya bisa jadi penambah rasa keingintahuan anak-anak, selain itu bisa jadi metode belajar yang kreatif buat guru-gurunya.


    Sore harinya kami menengok lahan di pertengahan dusun yang rencananya akan dibuat taman baca. Kick Andy Hope dan Tanoto Foundation yang bertandang memberikan sumbangan 50 juta rupiah untuk sarana dan prasarana membangun taman baca. Ada yang berbeda tahun ini, aku lihat hampir merata antena TV di setiap rumah.  Tahun lalu tak ada listrik, jadinya tak ada TV. 

    Malam harinya acara di panggung disajikan pembacaan puisi 6 bahasa, kesenian yang hampir punah Gegendeh [pukul lesung sembari bernyanyi] dan pencak silat.  Tentu saja ada sulapan dari Sigit yang meriah.  Aku kaget pembukaan pentas tahun ini ada juga petasan seperti kawinan ala betawi dan kembang api, mirip tahun baruan di kota.


    Tengah malam itu ada kejutan, aku sudah masuk sleeping bag dan Opang datang dari Jakarta, menembus Dusun Ciseel dengan ojek malam hari, itu patut dicatat sebagai hal luar biasa, apalagi itu pertama kalinya datang ke Ciseel.  

    Besok paginya perjalanan ke Baduy Dalam, kami berjalan kaki dari Dusun Ciseel menuju Cikadu sekitar 1 jam. Jalanan yang terus menanjak cukup menguras tenaga, sementara terik menyegat. Dilanjutkan naik truk menuju Cijahe, sekitar 2 jam. Sebagian anak-anak mengendarai motor sendiri. Hampir tengah hari kami sampai di Cijahe, seluruh peserta makan siang dengan bekal yang dibawa sebelum berjalan kaki lagi menuju Baduy Dalam.

    Aku memutuskan istirahat di Cijahe di rumah yang dijadikan transit, badan mulai demam dan kurang fit. Aku merasakan badanku udah memberi alarm. Ternyata ada sekitar 10 anak yang juga tidak ikut ke Baduy Dalam, entah apa alasannya.  Dan memang selama seminggu selepas dari Ciseel, pergelangan tangan dan jari-jariku mati rasa, gangguan otot yang lengket dengan syaraf.

    Setelah berbincang dengan empunya rumah dan beberapa orang Baduy Dalam yang juga transit di sana, aku mulai rebahan dan meluruskan badan di tikar ruang tamu.  Aku tersentak ketika di dekat telingaku ada HP milik anak-anak yang memutar lagu cukup keras. HP itu diletakkan di dekat kepalaku, persis di samping telinga dan ini kejadian luar biasa ajaibnya bagiku. Aku menegurnya dengan halus dan mereka cuek, seakan tak terjadi apa pun dan perilakunya tak mengganggu orang lain. Ini catatan khusus buatku tentang attitude yang mungkin harus diajarkan kang Ubai pada anak-anak di sekolahnya. Bahwa teknologi harusnya tak membunuh attitude. Aku memaklumi ini bagian dari Euphoria yang melanda Ciseel atas nama teknologi yang baru mereka cicipi.

    Meski di Ciseel sinyal susah dan hampir tak ada, tahun ini anak-anak kebanyakan udah punya HP dan rata-rata dengan fitur audio video ala smart phone. Mungkin ini imbas dari sudah masuknya listrik di Dusun Ciseel tahun ini.


    Aku juga lihat perilaku kurang bagus, mereka buang sampah sembarangan saat makan snack, aku dan empunya rumah sempat mengingatkan, namun mereka tetap cuek. Aku membersihkan bekas sampah mereka makan. Ini juga catatan khusus yang ingin kusampaikan, buatku percuma saja jika mereka membaca Max Havelaar dan segala perilaku baik yang diajarkan novel tersebut, jika untuk hal kecil seperti buang sampah masih sembarangan. 

    Menjelang malam kami sampai di lapangan Dusun Cikadu dan mulai berjalan kaki lagi menelusuri jalanan berbatu dan berbukit, hari sudah gelap dan aku menyalakan senter untuk menerangi jalan. Bergantian anak-anak dijemput dengan motor oleh orang tuanya atau teman-temannya. Sampai di Dusun Cikadu, tersisa kami berlima [Daurie, Rama, Heri, Opang, dan Ariv] beristirahat di teras rumah penduduk. Kami memutuskan menginap di sana jika seandainya tak ada jemputan motor, negosiasi dengan empunya rumah sudah dijalankan. Tak sanggup lagi kaki melangkah menuju Dusun Ciseel, ternyata kami dijemput motor warga dan akhirnya dievakuasi ke Ciseel.

    Malam harinya panggung hiburan kembali digelar. Ada pertunjukan Qasidah, kesenian Ngagondang, kesenian debus, pemutaran liputan Kick Andy Hope dan pemutaran beberapa film lainnya. Aku memutuskan beristirahat di taman baca. Sebab tak ada yang baru dari apa yang dipentaskan serta badan masih demam.

    Pemutaran tayangan Kick Andy Hope dengan sosok Ubai dan kegiatan Reading Grup “Max Havelaar” di Taman Baca Multatuli cukup menyita perhatian warga. Sayang sekali di tayangan tersebut tak ada interview dengan warga, seperti: Pak RT yang ruang tamu rumahnya dijadikan taman baca, buatku ini penting sebab perannya sangat besar. Ubai juga sama sekali tak menyinggung kerja jaringan komunitas di tayangan tersebut, padahal itu adalah momentum untuk memperkenalkan sebuah bentuk kerja komunitas independen dan relawan yang terlibat dalam beragam kegiatanMereka yang mau dan bersedia datang ke Ciseel serta mensupport kegiatan di sana adalah relawan yang bekerja dalam sunyi, sekecil apa pun support kawan-kawan jaringan layak diapresiasi, khususnya Sigit yang menginisiasi kegiatan Reading Group di beberapa daerah.

    Tahun ini panggung pertunjukan penontonnya jauh berkurang, perkiraanku warga lagi terbius dengan televisi yang memang baru mereka bisa nikmati setelah listrik menjamah dusun tersebut tahun ini. Hampir tiap rumah memutar lagu keras-keras dari perangkat audio video, aliran musiknya beragam sesuai selera.

    Kecemasan sempat menghantui aku dan kawan-kawan akan dampak televisi, namun bagiku televisi tak bisa disalahkan jika nanti anak-anak berkurang minatnya ke taman baca.  Pengelola taman baca bisa melakukan beragam kegiatan kreatif yang menarik, misalnya: membuat kerajinan dari daur ulang, belajar bahasa inggris dengan audio video, belajar menggambar dan membuat animasi dengan perangkat komputer, dan banyak kegiatan lainnya. 

    Hadirnya listrik dan TV serta teknologi lainnya bisa untuk memajukan pengetahuan anak-anak, wawasan mereka juga bisa bertambah luas, mereka butuh interaksi dengan dunia luar agar jadi motivasi buat terus belajar.

    Jangankan di dusun, taman baca di perkotaan yang hanya menjadikan taman baca sebagai museum buku atau gudang buku seperti perpustakaan, tak sedikit yang mati suri, bahkan bubar. Gak ada kaitannya dengan listrik, televisi, atau teknologi apa pun.  Mereka bubar karena beragam alasan klise, tidak kreatif bikin kegiatan yang menarik.

    Kegiatan Reading Group tetap berjalan, sebab itu memperkaya wawasan dan menjadikan anak-anak terbiasa menyerap perlahan laku kehidupan. Namun harus ditambah dengan kegiatan lainnya yang menarik dan mengembangkan bakat anak-anak. Sebab tak semua lulusan SD/SLTP di Dusun Ciseel dan sekitarnya melanjutkan sekolah.

    Sejujurnya dengan padatnya kegiatan dan perjalanan yang cukup menguras energi, aku tak sempat bicara banyak dan bersentuhan dengan anak-anak peserta kegiatan serta warga di dusun tersebut.  Aku ingin mendengar langsung apa yang mereka inginkan dan butuhkan serta beragam cerita yang mengalir dari mulut anak-anak atau warga. Moment seperti ini yang sebenarnya aku dan beberapa kawan ingin temui dalam perjalanan ke Ciseel. Selama perjalanan dengan truk dan berjalan kaki hampir tak bisa kulakukan percakapan dengan peserta, sebab kami sibuk berpegangan agar tak terjatuh sepanjang jalan.

    Tahun depan mungkin perlu diadakan kegiatan yang bisa dilakukan bersama antara relawan dan anak-anak peserta di sekolah serta warga, berupa lomba atau workshop, seperti: kerajinan, permainan tradisional, menulis, menggambar, teater, lomba membuat atau menghias tempat sampah yang nantinya dibagikan pada warga, dll.

    Terus berjalan buat Kang Ubai dan warga Ciseel serta kawan-kawan jaringan yang berkolaborasi di jalan sunyi.

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Geliat Dusun Ciseel: Taman Baca Disengat Listrik Dicumbu TV Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top