Kamis, 26 Juni 2014
Kala menyusuri jejak Multatuli dalam Ciseel Day, Minggu (8/6), Ubai mengajak anak-anak didiknya berjalan kaki di Rangkasbitung. Dia menunjukkan berbagai tempat yang terkait sosok idola mereka, Multatuli. Banyak pasang mata memandang heran saat Ubai menjelaskan kepada anak-anak itu soal apa-apa yang terlihat di jalan. Ia menjelaskan fungsi penjara di Jalan Multatuli dan sejarah yang disimpannya. Hal yang sama juga dilakukan ketika mereka melihat mobil pemadam kebakaran, kantor polisi, dan lainnya. "Ini Pasar Rangkasbitung ya, anak-anak," terangnya saat memasuki kawasan pasar. Menurutnya, warga Ciseel memang jarang sekali meninggalkan kampung lantaran sulitnya akses. "Jangankan untuk ke Rangkasbitung, biasanya ke Pasar Ciminyak pun hanya setahun sekali saat Lebaran. Turun ke Ciminyak, merasakan dingin AC di minimarket, lalu beli minuman bersoda saat Lebaran itu sudah kemewahan," jelas Ubai kepada Media Indonesia.
Buku
Begitulah, membaca buku mengenalkan Irman dan kawan-kawannya kepada kehidupan yang tidak pernah mereka tahu sebelumnya. Dunia jadi terbentang luas dan bermain-main di kepala mereka. Sungguh, anak-anak itu telah memerdekakan diri dari `penjara' sulitnya akses keluar-masuk kampung mereka. Semua berkat buku yang mereka baca. `Para pemimpin Lebak, kita telah banyak melakukan kesalahan, dan tanah kita miskin, karena kita telah melakukan banyak kesalahan. Para pemimpin Lebak, kita semua ingin menjalankan kewajiban kita! Namun seandainya ada di antara kita yang melalaikan tugas demi memperoleh keuntungan, menjual keadilan demi uang, atau yang mengambil kerbau dari orang miskin dan buah-buahan milik mereka yang kelaparan, siapa yang seharusnya menghukum mereka?' Kutipan kata-kata Multatuli tersebut harusnya menjadi tamparan keras bagi pemerintah. Bagaimana mungkin 154 tahun sejak Eduard Douwes Dekker menuliskan soal kemiskinan dan keterpurukan masyarakat di Lebak, hingga kini masih ditemukan persoalan yang sama?
0 komentar:
Post a Comment