Belanda berhasil masuk dalam jajaran 10 besar negara paling
kreatif di dunia berdasarkan studi Martin Prosperity Institute tahun
2011[1].
Gak heran kan? Tengok saja warisan-warisan kreatifnya yang tersebar di
nusantara. Jejak-jejak kreativitas Belanda dapat kita temukan pada
bangunan, jalur transportasi, karya sastra, hingga kuliner. Bahkan
hingga kini, peninggalan-peninggalan tersebut masih bisa dinikmati oleh
masyarakat Indonesia.
Gedung Sate di Bandung Jawa Barat contohnya. Gedung yang dulunya dikenal dengan namaGouvernements Bedrijven (GB) ini dibangun oleh arsitek muda dari Belanda, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks, pada tahun 1924[2]. Gedung ini juga disebut sebagai icon kota Bandung karena bentuk ‘tusuk sate’nya yang unik dengan gaya arsitektur Indo-eropanya yang menarik. Selain Gedung Sate, masih banyak bangunan peninggalan Belanda lain yang hingga kini masih digunakan. Awetnya bangunan-bangunan tersebut membuktikan bahwa Belanda tak hanya mampu membuat arsitektur yang baik namun juga berkualitas tinggi.
Selain bangunan, kreativitas Belanda di bidang transportasi juga menarik untuk ditelusuri. Sebut saja jalan raya Anyer-Panarukan sejauh 1000 Km yang dibangun Herman Willem Daendels pada tahun 1809-1810[3]. Hingga kini jalur tersebut masih digunakan oleh banyak orang bahkan sangat ramai saat menjelang hari lebaran. Selain itu, jalur kereta api yang membentang di seluruh Jawa dan Sumatera juga merupakan warisan Belanda yang kini telah diakuisi oleh PT Kereta Api Indonesia[4]. Meskipun jalur-jalur tersebut dibangun dengan keringat bangsa pribumi, ide Belanda untuk membangun jalur transportasi di Indonesia perlu diacungi jempol. Saat itu Belanda telah memulai pembangunan sarana transportasi meski dengan keterbatasan teknologi.
Warisan kreativitas Belanda di Indonesia tak sampai disitu. Para penikmat sastra dan sejarah pasti tahu dengan novel ‘Max Havelaar’, sebuah karya monumental dari Eduard Douwes Dekker atau dikenal dengan sebutan Multatuli. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa dan ketidakadilan yang dilakukan para pejabat Indonesia dan Belanda di Lebak, Banten[5]. Max Havelaar berisi pesan-pesan kemanusiaan yang tinggi sehingga diakui sebagai karya sastra dunia. Lebih dari itu, novel ini juga diapresiasi di Indonesia. Jauh di Desa Sobang Kabupaten Lebak, tepatnya di Kampung Ciseel, sebuah taman baca yang khusus membahas Max Havelaar bahkan didirikan dengan nama “Taman Baca Multatuli”[6]. Terbukti dalam karya sastra sekalipun, Belanda tidak hanya piawai dalam merangkai kata namun juga memuat pesan khusus yang mampu menggetarkan hati para pembacanya.
Hal kecilpun tak luput dari kreativitas Belanda. Siapa sangka, banyak kuliner warisan Belanda yang dinikmati di Indonesia. Mulai dari lapis legit, kaastengels, hingga perkedel yang sering kita konsumsi sehari-hari. Perkedel atau dalam bahasa belanda disebut Fracadelini sering disantap oleh para meneer Belanda pada masa kolonial[7]. Saat ini makanan tersebut bahkan bisa kita temui di warung-warung makan, atau dijadikan santapan di rumah.
Menelusuri kreativitas Belanda di Indonesia tentu tidak ada habisnya, mengingat Belanda dan Indonesia memiliki kedekatan selama ratusan tahun. Namun sekiranya pantaslah jika Belanda kita sebut sebagai “Bangsa Kreatif” atas semua peninggalannya di Indonesia. Terbukti, sejak dulu Belanda mampu menciptakan produk yang kreatif, berkualitas, sekaligus bermanfaat bagi banyak orang. Bangsa Belanda telah membuktikan bahwa dengan seluruh kreativitas yang dimiliki, mereka berhasil menjadi bangsa yang diperhitungkan dunia.
- ditulis oleh Lutviah
Sumber: http://kompetiblog2012.wordpress.com/2012/05/15/404-menelusuri-kreativitas-belanda-di-indonesia/
Gedung Sate di Bandung Jawa Barat contohnya. Gedung yang dulunya dikenal dengan namaGouvernements Bedrijven (GB) ini dibangun oleh arsitek muda dari Belanda, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks, pada tahun 1924[2]. Gedung ini juga disebut sebagai icon kota Bandung karena bentuk ‘tusuk sate’nya yang unik dengan gaya arsitektur Indo-eropanya yang menarik. Selain Gedung Sate, masih banyak bangunan peninggalan Belanda lain yang hingga kini masih digunakan. Awetnya bangunan-bangunan tersebut membuktikan bahwa Belanda tak hanya mampu membuat arsitektur yang baik namun juga berkualitas tinggi.
Selain bangunan, kreativitas Belanda di bidang transportasi juga menarik untuk ditelusuri. Sebut saja jalan raya Anyer-Panarukan sejauh 1000 Km yang dibangun Herman Willem Daendels pada tahun 1809-1810[3]. Hingga kini jalur tersebut masih digunakan oleh banyak orang bahkan sangat ramai saat menjelang hari lebaran. Selain itu, jalur kereta api yang membentang di seluruh Jawa dan Sumatera juga merupakan warisan Belanda yang kini telah diakuisi oleh PT Kereta Api Indonesia[4]. Meskipun jalur-jalur tersebut dibangun dengan keringat bangsa pribumi, ide Belanda untuk membangun jalur transportasi di Indonesia perlu diacungi jempol. Saat itu Belanda telah memulai pembangunan sarana transportasi meski dengan keterbatasan teknologi.
Warisan kreativitas Belanda di Indonesia tak sampai disitu. Para penikmat sastra dan sejarah pasti tahu dengan novel ‘Max Havelaar’, sebuah karya monumental dari Eduard Douwes Dekker atau dikenal dengan sebutan Multatuli. Max Havelaar bercerita tentang sistem tanam paksa dan ketidakadilan yang dilakukan para pejabat Indonesia dan Belanda di Lebak, Banten[5]. Max Havelaar berisi pesan-pesan kemanusiaan yang tinggi sehingga diakui sebagai karya sastra dunia. Lebih dari itu, novel ini juga diapresiasi di Indonesia. Jauh di Desa Sobang Kabupaten Lebak, tepatnya di Kampung Ciseel, sebuah taman baca yang khusus membahas Max Havelaar bahkan didirikan dengan nama “Taman Baca Multatuli”[6]. Terbukti dalam karya sastra sekalipun, Belanda tidak hanya piawai dalam merangkai kata namun juga memuat pesan khusus yang mampu menggetarkan hati para pembacanya.
Hal kecilpun tak luput dari kreativitas Belanda. Siapa sangka, banyak kuliner warisan Belanda yang dinikmati di Indonesia. Mulai dari lapis legit, kaastengels, hingga perkedel yang sering kita konsumsi sehari-hari. Perkedel atau dalam bahasa belanda disebut Fracadelini sering disantap oleh para meneer Belanda pada masa kolonial[7]. Saat ini makanan tersebut bahkan bisa kita temui di warung-warung makan, atau dijadikan santapan di rumah.
Menelusuri kreativitas Belanda di Indonesia tentu tidak ada habisnya, mengingat Belanda dan Indonesia memiliki kedekatan selama ratusan tahun. Namun sekiranya pantaslah jika Belanda kita sebut sebagai “Bangsa Kreatif” atas semua peninggalannya di Indonesia. Terbukti, sejak dulu Belanda mampu menciptakan produk yang kreatif, berkualitas, sekaligus bermanfaat bagi banyak orang. Bangsa Belanda telah membuktikan bahwa dengan seluruh kreativitas yang dimiliki, mereka berhasil menjadi bangsa yang diperhitungkan dunia.
- ditulis oleh Lutviah
Sumber: http://kompetiblog2012.wordpress.com/2012/05/15/404-menelusuri-kreativitas-belanda-di-indonesia/
0 komentar:
Post a Comment