728x90 AdSpace

  • Latest News

    11 January 2011

    Catatan Reading Group Minggu ke-25 Novel Max Havelaar

    Oleh Ubaidilah Muchtar
    Sikap setengah hati tidak akan menghasilkan apa-apa. Setengah bagus berarti tidak bagus. Setengah benar berarti tidak benar. [MH, hlm. 276]
    Kami buka kembali novel ini. Novel yang telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa di dunia. Novel Max Havelaar karya Multatuli. Novel dengan tiga orang pencerita di dalamnya. Novel yang di dalamnya menceritakan keadaan sejarah Indonesia, khususnya di Banten Selatan. Sejarah Indonesia di pertengahan abad 19 dengan segala pernak-perniknya. Ada kehidupan petani yang penuh penderitaan pada zaman tanam paksa. Kehidupan petani yang banyak dirundung bahaya kelaparan. Ada juga keadaan petani dengan hati yang setia dan pemurah. Namun sering disalahgunakan oleh pejabat pribumi yang jahat, Adipati Kartanata Nagara dan Demang Wiranata Kusumah.
    Novel dengan nama-nama tokoh yang bersejarah. Nama-nama tokoh yang digunakan pun ada yang diganti—kecuali Tine. Seperti Slotering yang digantikan oleh Havelaar sebenarnya bernama Carolus, residen Slijmering ialah Brest van Kempen, kontelir Verbrugge adalah salinan Van Langeveled van Hemert. Si militer Duclari namanya Collard dan Vandamme ialah djenderal Michiels jang ditakuti.
    Nama tokoh yang lain pun sangat berkarakter bagi orang-orang yang dilukiskannya. Coba perhatikan saja nama tokoh-tokoh ini. Batavus Droogstoppel (Batavus Si Gersang Hati), Sjaalman (Laki-laki bersjal), Slijmering (Si Lidah Bergetah), Wawelaar (Tukang Ngoceh). Sedangkan tokoh-tokoh Indonesia tetap menggunakan nama asli, kecuali tokoh-tokoh dalam kisah Saijah dan Adinda.
    Inilah nama-nama dalam novel Max Havelaar. Novel yang kami baca di Taman Baca Multatuli setiap Selasa sore sejak 23 Maret lalu. Selasa ini memasuki minggu ke-25. Selasa, 9 November 2010. Di minggu ke-24 yang lalu aku punya utang utuk mengemukakan surat Havelaar. Surat Havelaar yang isinya pikiran-pikiran dia untuk Verbrugge. Surat ini kubaca dengan 23 peserta yang ikut di Reading Group minggu ke-25 novel Max Havelaar ini.
    Selasa ini kami hanya membaca surat Havelaar. Surat dengan nomor 114. Ditulis di Rangkasbitung pada tanggal 15 Maret 1856. Akan kuberikan kepada pembaca surat Havelaar ini. Seperti janjiku di mingu yang lalu. Ini surat yang kami baca Selasa sore itu.
    No. 114 Rangkas Bitung, 15 Maret 1856
    Kepada Pengawas Lebak
    Ketika saya menunjukkan surat dari DirekturPekerjaan Umum No. 271/354, tertanggal 16 Februari ult. (bulan lalu) pada Anda, saya meminta agar Anda menjawab pertanyaan yang ada di dalamnya, setelah berkonsultasi dengan Regen dan berdasarkan surat petunjuk yang saya tulis di memorandum saya No. 97 tanggal 5 inst. (bulan sekarang).
    Memorandum itu berisi beberapa indikasi umum mengenai apa yang bisa dianggap patut dan adil dalam menetapkan harga-harga material yang akan dipasok dari masyarakat berdasarkan perintah pemerintah.
    Dalam memorandum Anda No. 6 tanggal 8 inst., Anda telah menyetujui permintaan saya—saya yakin, sejauh pengetahuan Anda. Karena itu, dengan bersandar pada pengetahuan lokal Anda serta Regen, saya serahkan perkiraan harga tersebut ke Regen apa adanya seperti ketika Anda membuatnya.
    Hal ini diikuti oleh sebuah surat dari pejabat senior, No. 326 tanggal 11 inst., meminta informasi mengenai penyebab adanya perbedaan antara harga yang saya berikan dengan biaya yang dikeluarkan di tahun 1853 dan 1854, untuk pembangunan sebuah penjara.
    Saya, tentu saja, menyampaikan surat itu pada Anda, serta menginstruksikan secara lisan, agar Anda menjelaskan perkiraan harga Anda. Ini akan lebih mudah bagi Anda, karena Anda mampu berdasarkan instruksi yang ditujukan pada Anda dari surat saya tanggal 5 inst., yang instruksinya juga berulang kali kita diskusikan secara lisan.
    Sejauh ini, segalanya berjalan lancar.
    Namun kemarin Anda datang ke kantor saya dengan menggenggam surat dari Residen di tangan Anda, dari mulai berkata mengenai sulitnya untuk berhadapan dengan itu. Sekali lagi saya memerhatikan adanya hambatan pada diri Anda, untuk menyebut sebuah sekop adalah sebuah sekop (berbicara terus terang), sebuah sikap yang telah membuat saya menarik perhatian Anda beberapa kali, contohnya baru-baru ini di hadapan Residen—sebuah sikap yang, singkatnya, saya sebut sikap setengah hati, bertentangan dengan peringatan bersahabat saya pada Anda.
    Sikap setengah hati tidak akan menghasilkan apa-apa. Setengah bagus berarti tidak bagus. Setengah benar berarti tidak benar.
    Untuk gaji penuh, untuk tingkatan penuh, setelah sumpah yang jelas dan penuh, orang harus mengerjakan tugas sepenuhnya.
    Jika terkadang dibutuhkan keberanian untuk melakukannya, orang harus memiliki keberanian itu.
    Kalau saya, saya tidak akan berani mengurangi keberanian itu. Karena, seperti halnya ketidakpuasan dengan diri seseorang yang timbul akibat pengabaian tugas atau bersikap hangat-hangat kuku… pencarian belokan yang lebih mudah, keinginan untuk menghindari konflik selalu dan di mana saja, kecenderungan hati untuk “memperbaiki” segalanya, tidak bisa dielakan dapat menyebabkan kekhawatiran yang lebih besar, dan dalam kenyataannya lebih berbahaya, dibandingkan dengan yang akan dihadapi di jalur yang lurus dan ringkas.
    Mengenai masalah penting yang sekarang sedang dibahas pemerintah dan yang seharusnya sungguh-sungguh Anda khawatirkan secara resmi, secara tersirat saya serahkan pada Anda, agar berbicara, netral, dan hanya sesekali menyinggungnya dengan maksud bercanda.
    Baru-baru ini, sebagai contoh, laporan Anda mengenai penyebab kekurangan dan kelaparan di masyarakat telah saya terima, dan saya tulis di sana: “Semua ini mungkin benar tapi sepenuhnya benar, bukan juga kebenaran utama. Penyebab utamanya terletak lebih dalam”. Anda mengakui bahwa sebetulnya, dan saya tidak menggunakan hak saya untuk menuntutnya, dalam keadaan seperti ini, Anda seharusnya menyebutkan penyebab utama itu.
    Saya memiliki banyak alasan untuk kesabaran seperti itu, di antaranya adalah satu ini… saya rasa tidak adil jika tiba-tiba saya menuntut Anda sesuatu, yang mungkin bagi banyak orang lain yang berada di posisi Anda juga akan tidak mampu—tiba-tiba memaksa Anda untuk membuang kebiasaan tertutup serta takut dengan orang lain yang sebenarnya bukan kesalahan Anda sepenuhnya, sebab itu adalah kepemimpinan yang telah Anda beri. Akhirnya, sebagai awal saya ingin tunjukkan sebuah contoh betapa sederhana dan mudahnya untuk melaksanakan tugas sepenuhnya, daripada mengerjakan setengah-setengah.
    Sekarang, bagaimanapun, dengan memiliki kelebihan untuk mengawasi pekerjaan Anda untuk waktu yang lebih lama lagi, dan telah berkali-kali memberi Anda kesempatan untuk mengenal prinsip-prinsip yang—kecuali jika saya salah besar—pada akhirnya akan menang, saya akan minta Anda untuk meniru prinsip-prinsip ini. Saya akan minta Anda untuk mengumpulkan keberanian yang sebenarnya, Anda tidak kekurangan itu melainkan sudah tidak dipakai lagi, dan yang tampaknya harus ada jika ada yang berkata apa yang harus dikatakan mengenai keterusterangan serta pendirian seseorang; karena itu saya akan meminta Anda untuk melepaskan sepenuhnya ketakutan yang tidak jantan ini, dengan cara memberi tahu kebenaran nyata dari masalah tersebut.
    Akibatnya, sekarang saya menginginkan pernyataan yang singkat namun lengkap dari Anda, mengenai apa penyebab perbedaan harga antara saat ini dengan tahun 1853-1854.
    Saya sangat percaya jika Anda tidak akan menganggap semua tulisan ini dimaksudkan untuk menyakiti perasaan Anda. Saya berharap Anda cukup mengenal saya untuk bisa memahami jika saya hanya mengatakan kurang lebih apa yang saya maksudkan; dan sebagai tambahan sekali lagi saya yakinkan Anda bahwa komentar saya benar-benar hanya sedikit ditujukan pada Anda, dibandingkan pada sekolah tempat Anda belajar menjadi pegawai sipil Hindia Timur.
    Keadaan yang meringankan ini dapat, bagaimanapun, kehilangan seluruh kekuasaannya jika, masih ada pada saya dan melayani pemerintah di bawah bimbingan saya, Anda terus mengikuti rutinitas buruk lama yang saya tentang.
    Anda akan menyadari jika saya telah berhenti menyebut Anda “Uweledelgestrenge”. Saya sudah bosan. Tolong lakukan hal yang sama pada saya, dan biarkan “hak kebangsawanan” kita serta, jika diperlukan, “keteguhan” kita, muncul di mana saja, dan terutama, daripada gelar tidak masuk akal yang membosankan itu.
    Asisten Residen Lebak
    Max Havelaar
    Inilah surat yang berisi pikiran-pikiran Havelaar untuk Verbrugge. Kami yang reading Selasa ini. Selasa, 9 November 2010. Kami yang menikmati surat Havelaar ini: Elis, Mamay, Dedi Kala, Sumarna, Oma, Ahyar, Umdi, Sujana, Elah Hayati, Nuraenun, Sadah, Rukanah, Warsih, Suryati, Suana, Oom, Suha, Jumsinah, Samnah, Arsiah, Nuraeni, Pipih Suyati, dan Mariah.
    “Havelaar itu adalah orang Belanda tapi dia itu tinggal di Lebak karena dia sangat kasihan ka urang (baca: ke orang) Lebak. Hidup Max Havelaar!” demikian tulis Dedi Kala di buku kesan dan pesan. Sementara Sumarna menulis, “Saya sangat suka pada Max Havelaar karena dia itu baik dan jujur pada kita semua, terima kasih.” Mariah menulis, “Dulu saat Havelaar menjabat Asisten Residen di Lebak hidupnya susah sekali. Tidak ada makanan apa-apa. Banyak rakyat yang kelaparan. Mereka Cuma makan bonggol pisang. Sungguh menderitanya mereka. Aku sangat kasihan sama mereka.”
    Terakhir kusampaikan terima kasih untuk pembaca. Sampai jumpa.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Catatan Reading Group Minggu ke-25 Novel Max Havelaar Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top