Oleh Ubaidilah Muchtar
Rabu ini, 3 Maret 2010. Niatnya mau bergerak lebih pagi. Namun, apa mau dikata. Beberapa tugas sekolah menjegalku. Ini memang bagianku. Membuat proposal dan hal tulis-menulis. Sementara sarana begitu terbatas. Maka jika ada waktu untuk menyelesaikan proposal dan mengeprintnya tak akan disia-siakan. Seperti juga Rabu ini. Maka genset kunyalakan. Laptop kubuka. Kutuntaskan tugasku.
Saat azan Dzuhur selesai pekerjaan usai. Dengan sedikit berlari, aku menuju Taman Baca Multatuli. Bersiap dan merapikan perbekalan. Hari ini tujuanku mengunjungi Pendopo Kabupaten Lebak. Lokasinya di kompleks Pemerintah Kabupaten Lebak. Menurut informasi, di pendopo disimpan foto-foto Multatuli. Tepatnya di ruang makan.
Bebukitan hijau sepanjang Sajira. Tak banyak kendaraan melintas. Hanya sesekali saja. Jalan berkelok-kelok. Tebing dan jurang di sepanjang jalan. Terkadang serasa dekat dengan awan karena berada di ketinggian. Kadang menukik tajam. Tikungan tajam. Melihat ke kiri dan kanan. Sepanjang mata memandang. Hamparan pohon-pohon hijau. Sajira begitu sunyi meski di siang hari. Selepas Sangiang, rumah-rumah terlihat mulai padat.
Memasuki wilayah Kopi, melewati pohon sawit berbaris rapi. Jalanan makin mulus. Kupercepat langkah kendaraanku.Tiba di pertigaan Terminal Curug. Berbelok ke kiri. Melewati komples dinas pendidikan. Jalan dua lajur. Tiba di pertigaan Ona, berbelok ke kiri melewati balong [kolam]. Tiba di depan kompleks Pemerintah Kabupaten Lebak. Disambut gerimis yang turun pelan-pelan.
Sehabis berbenah. Merapikan helm dan kawan-kawannya. Melipat karet ban. Mengeluarkan tas dari boks plastik yang bertengger di jok. Aku memasuki gedung baru. Kantor Sekda Kaupaten Lebak. Aku berjalan di lorong yang bersih. Setelah bertanya, aku temukan ruang bagian umum. Tujuanku Pak Wahyu. Di dalam beberapa orang terlihat sedang berbincang Salah satunya mengenakan sapari dengan papan nama di dada. Kubaca, Pak Epi namanya. Aku bertanya padanya. Ia katakan, Pak Wahyu sedang ke luar. Aku sampaikan maksudku. Meminta ijin untuk masuk pendopo. "Pendopo sedang direnovasi," kata Pak Epi. "Jika mau melihat foto-foto Multatuli, coba cari di arsip," lanjutnya.
Aku tanyakan di mana letak arsip. Ia memberi petunjuk. Tak lama menunggu. Aku begerak menuju arsip.
Tiba di arsip. Bangunannya kecil. Terpencil. Terjepit di antara bangunan-bangunan yang lebih besar. Letaknya di pojok bagian selatan di kompleks pemkab Lebak. Di bagian depan lantai I bangunan arsip aku sampaikan tujuanku ke seorang ibu yang menunggu meja. Mungkin bagian resepsionisnya. Aku dipersilakan menuju lantai II. Melewati tangga yang tak begitu lebar. Aku tiba di lantai II yang sempit. Di lantai II ini aku bertemu Pak Maman, Pak Bunyamin, dan tiga orang staff. Pak Maman dan Pak Bunyamin sudah berumur. Sedang ketiga staffnya seumuran denganku. Mereka ramah. Menjawab yang kutanyakan bahkan dengan senang hati memperbolehkan aku mengambil foto.
Panjang lebar berbicara dengan mereka. Di luar hujan turun dengan deras. Menurut Pak Maman, bekas rumah Multatuli yang berada di bagian belakang RSUD Adjidarmo akan dibangun perpustakaan Multatuli. Perpustakaan yang akan didanai pihak Belanda. Akan menempati lahan sekira 850 meter. Nantinya akan ada perpustakaan, kantin, taman, dan fasilitas lainnya. Pembangunannya akan menggusur sebagian dari kamar mayat RSUD Adjidarmo. Seharusnya rencana itu sudah rampung April mendatang. Bertepatan dengan 150 tahun Max Havelaar. Namun rencana itu belum terlihat hingga kini. Salah satu yang menjadi perdebatan hingga saat ini mengenai boleh tidaknya ada patung Multatuli.
Pak Bunyamin mempersilakan aku untuk mengambil foto. Foto-foto yang kuambil tak lain adalah foto-foto Multatuli. Foto-foto Multatuli yang ada di bagian arsip terdiri dari beberapa foto Multatuli, foto tas Multatuli "Si Jimat", foto tugu Multatuli, foto rumah Multatuli di Bogor, foto globe milik Multatuli, foto kunci Multatuli, foto piring Multatuli, foto rumah Multatuli. Saat ditanyakan di mana kini benda-benda dalam foto tersebut, Pak Bunyamin menggelengkan kepalanya. "Hanya ini yang ada," jelasnya.
Kuucapkan terima kasih. Kuturuni tangga bagian arsip. Kuikuti saran Pak Maman, menurutnya bangunan rumah bekas Multatuli yang sudah dihancurkan untuk pembangunan RSUD Adjidarmo itu sama dengan bangunan yang ada di belakang pendopo kabupeten. Kulangkahkan kaki. Menuju bagian belakang pendopo yang sedang direnovasi. Terlihat pekerja sedang mengecat dinding dan memasang plafon. Jepret, jepret. Kuambil foto. Saat asyik mengambil foto, datang petugas berbaju sapari hitam. Melihat pakaiannya, ia ajudan bupati. Ia memintaku untuk secepatnya meninggalkan lokasi. "Bapak sedang marah. Cepat pergi!" katanya. Sengaja kuperlambat pengambilan gambar. Ia tampak tak sabar. Aku mundur. Ia sibuk dan terlihat bingung. Kesibukan memang tampak.
Hujan meninggalkan basah. Aku bergerak meninggalkan Lebak. Malam merayap melewati jalanan yang kulalui.
0 komentar:
Post a Comment