Karya WS Rendra
Setelah para cukong berkomplot dengan
para tiran,
setelah hak asasi di negara miskin ditekan
demi kejayaan negara maju,
bagaimanakah wajah kemanusiaan?
Di jalan orang dibius keajaiban iklan
di rumah ia tegang, marah dan berdusta.
Impian
mengganti perencanaan.
Penataran
mengganti penyadaran.
Kota
metropolitan di dunia ketiga
adalah nadi
dari jantung negara maju.
Nadi yang akan mengidap kanker
yang akan membunuh daya hidup desa-desa
dan akhirnya, tanpa bisa dikuasai lagi,
menjadi jahat, hina dan berbahaya.
Itulah penumpukan yang tanpa peredaran.
Tanpa hak asasi tak ada kepastian
kehidupan.
Orang hanya bisa digerakkan
tapi kehilangan daya geraknya sendiri.
Ia hanyalah babi ternak
yang asing terhadap hidupnya sendiri.
Rakyat menjadi bodoh tanpa opini.
Di sekolah murid diajar menghafal
berdengung seperti lebah
lalu akhirnya menjadi sarjana menganggur.
Di rumah ibadah orang nyerocos menghafal
dan di kampung menjadi pembenci
yang tangkas membunuh dan membakar.
Para birokrat sakit tekanan darah
Sibuk menghafal dan menjadi radio.
Kenapa pembangunan tidak berarti
kemajuan?
Kenapa kekayaan satu negara
membuahkan kemiskinan negara tetangganya?
Peradaban penumpukan tak bisa
dipertahankan.
Lihatlah: kemacetan,
polusi dan erosi!
Apa artinya tumpukan kekuasaan
bila hidupmu penuh curiga
dan takut diburu dendam?
Apa artinya tumpukan kekayaan
bila bau busuk kemiskinan
menerobos jendela kamar tidurmu?
Isolasi hanya menghasilkan kesendirian
tanpa keheningan.
Luka orang lain adalah lukamu juga.
Sedangkan peradaban peredaran tak bisa
dibina
tanpa berlakunya hak asasi.
Apa artinya kekayaan alam
tanpa keunggulan daya manusia?
Bagaimana bisa digalang daya manusia
tanpa dibangkitkan kesadarannya
akan kedaulatan pribadi
terhadap alam
dan terhadap sesamanya?
Wajah-wajah yang capek
membayang di
air selokan
dan juga di
cangkir kopi para cukong.
Bau kumuh dari
mimpi yang kumal
menyebar di
lorong-lorong pelacuran
dan juga di
bursa saham.
Sungguh
Apa faedahnya
kamu jaya di dalam
kehidupan
bila pada
akhirnya kamu takut mati
karena batinmu
telah lama kamu hina?
Depok, 27 Desember 1989
0 komentar:
Post a Comment