728x90 AdSpace

  • Latest News

    13 June 2010

    Sebah Havelaar di Lebak [Catatan Reading Groups Minggu Ke-11 Novel Max Havelaar]


     "Karena kegembiraan bukan terletak di potongan padi, namun di potongan padi yang ditanam sendiri. Dan jiwa manusia tidak tumbuh dari sewa, namun dari tenaga yang disewa." (hal. 135-136)

    Pembaca yang baik,

    Reading Groups minggu ke-11 dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2010. Reading Groups minggu ke-11 ini mulai membuka bab 8. Bab ketika Havelaar memberikan pidato pada acara sebah, pertemuan dewan. Kegiatan ini dilakukannya sehari setelah pelantikannya sebagai Asisten Residen Lebak, yaitu tanggal 22 Januari 1856. Sebah ini biasanya dilakukan sebulan sekali. Namun karena Havelaar tidak ingin para pemimpin Lebak pulang balik, karena tempat tinggal mereka agak jauh dari pusat kota dan divisi Lebak maka sebah pertama dia lakukan tanpa menunggu penetapan tanggal terlebih dahulu.

    Memang sehari sebelumnya, setelah upacara pelantikan selesai, Havelaar meminta kepada Pengawas Verbrugge untuk mengundang para pemimpin Lebak itu tinggal di sana sampai keesokan harinya, guna melakukan pertemuan pertama, sebah (pertemuan antara atasan dengan bawahan) yang hendak diselenggarakannya.

    Di depan rumahnya, sebelah kanan, namun masih satu lingkup pekarangan dan berseberangan dengan tempat tinggal Ny. Slotering, berdiri sebuah bangunan yang sebagian digunakan sebagai kantor Asisten Residen, termasuk administrasi lokal, serta sebagian terdiri dari beranda terbuka yang cukup lebar, yang menawarkan ruangan yang cukup pas untuk sebuah pertemuan. Di sanalah para pemimpin berkumpul. Di suatu pagi.

    Havelaar masuk ruangan tersebut. Sebelum berpidato ia menyampaikan laporan bulanan tertulis terlebih dahulu. Laporan tersebut berkenaan dengan pertanian, penjagaan, dan keadilan. Semua pemimpin menunggu pidato Havelaar. Pidato yang keluar dari mulut Havelaar. Perkataan Havelaar yang tak terduga sebelumnya. Gayanya yang khas menyampaikan warna baru ke dalam hal yang biasa didengar; bagaimana kemudia dia memperkeras dan meningkatkan, matanya akan memancarkan api, suaranya akan berubah dari lembut membelai menjadi setajam pisau bedah; bagaimana dari bibirnya akan keluar metafora seakan dia sedang menaburkan permatanya yang, betapapun mahalnya, tidak membebaninya.
    Pidatonya di hadapan para pemimpin Lebak, tentu saja menggunakan bahasa Melayu. Havelaar terbiasa menulis dan berbicara menggunakan bahasa Melayu. Kami memasuki pidatonya Havelaar. Berikut pidatonya Havelaar.

    "Raden Adipati, Regen Banten Selatan, dan Anda, Raden Demang, para pemimpin distrik di divisi ini, dan Anda, Raden Jaksa, yang bertugas untuk memastikan keadilan, dan juga Anda, Raden Kliwon, yang melaksanakan kekuasaan di pusat divisional, dan Anda, Raden, Mantri, serta semua pemimpin di Divisi Banten Selatan, selamat datang!"
    "Dan saya merasa senang, melihat Anda semua berkumpul di sini, mendengarkan kata yang saya ucapkan."
    "Saya tahu bahwa, di antara Anda ada yang memiliki perngetahuan lebih dan kebaikan hati. Saya berharap Anda dapat menambah pengetahuan saya, karena kemampuan saya tidak sebesar yang saya inginkan. Dan meskipun saya mencintai kebaikan, bahkan sering saya tersadar bahwa terdapat kesalahan dalam diri saya yang membayangi kebaikan hati saya, dan menghambat pertumbuhannya... Anda semua tahu jika pohon yang besar menggantikan yang kecil, dan membunuhnya. Maka saya akan mencari siapa di antara Anda yang memiliki kebaikan berlebih, yang dapat saya raih agar saya bisa menjadi lebih baik."
    "Saya menyambut Anda semua dengan hangat."
    "Ketika Gubernur Jenderal menugaskan saya untuk datang pada Anda sebagai Asisten Residen divisi ini, hati saya gembira. Anda pasti sudah tahu bahwa saya belum pernah menginjakkan kaki di Banten Selatan. Oleh karena itu saya diberi laporan tertulis mengenai divisi Anda, dan saya melihat bahwa banyak hal yang bagus di sini. Rakyat Anda memiliki sawah di perbukitan, dan terdapat sawah di pegunungan. Dan Anda berharap dapat hidup damai, dan Anda tidak tertarik untuk tinggal di lahan yang telah dihuni orang lain. Ya, saya tahu bahwa terdapat banyak hal bagus di Banten Selatan."
    "Namun bukan karena hal ini saja hati saya gembira. Karena di daerah lain juga, saya akan banyak menemukan hal yang bagus."
    "Namun saya menyadari bahwa rakyat Anda miskin, dan karena ini saya merasa senang dari lubuk hati paling dalam."
    "Karena saya tahu Allah mencintai orang miskin, dan Dia memberi kekayaan pada mereka yang Dia uji. Namun pada orang miskin, Dia mengirimkan seseorang yang menyampaikan firman-Nya, bahwa mereka dapat mengangkat kepala di tengah kesengsaraan."
    "Bukankah Dia menurunkan hujan saat bulir-bulir mengering, dan tetes embun di cangkir bunga yang haus?"
    "Dan bukankah keagungan yang diturunkan untuk mencari mereka yang lelah, yang tertinggal setelah seharian bekerja, dan tenggalam di tepi jalan karena lutut mereka tidak lagi kuat untuk menopang mereka menuju tempat pembayaran sewa mereka? Haruskah saya tidak bergembira karena diperbolehkan untuk memberikan bantuan tangan pada mereka yang jatuh ke parit, dan memberikan tongkat pada mereka yang mendaki gunung? Haruskah hati saya tidak melonjak, karena melihat diri ini terpilih dari yang banyak untuk memutar keluhan ke dalam doa, dan menangis dalam rasa syukur?"
    "Ya, saya sangat gembira sudah terpanggil ke Banten Selatan!"
    "Saya telah berkata pada wanita yang telah membagi masalah, dan melipatgandakan kebahagiaan saya: 'Gembira, karena saya melihat timbunan berkah Allah di kepala anak kita! Dia telah mengirim saya ke tempat di mana tidak semua pekerjaan sudah diselesaikan, dan Dia telah menganggap saya berharga untuk berada di sana sebelum masa panen. Karena kegembiraan bukan terletak di potongan padi, namun di potongan padi yang ditanam sendiri. Dan jiwa manusia tidak tumbuh dari sewa, namun dari tenaga yang disewa.' Dan saya berkata padanya: 'Allah telah memberi kita anak yang suatu saat akan berkata: Tahukah Anda bahwa, saya adalah putranya? Dan kemudian akan ada orang di tanah itu yang menyambutnya dengan cinta, dan akan meletakkan tangan mereka di kepalanya, lalu berkata: Duduklah di meja kami, dan tinggallah di rumah kami, dan ambillah sebagian dari yang kami punya, karena kami mengenal ayah Anda."
                        "Para pemimpin Lebak, banyak hal yang harus dikerjakan di daerah Anda!"
                        "Beritahu saya tidakkah petani itu miskin? Tidakkah padi Anda sering dimasak untuk diberikan kepada seseorang yang tidak menanamnya? Tidakkah banyak kelainan di tanah Anda? Tidakkah jumlah anak Anda sedikit?"
    "Tidakkah ada rasa malu di jiwa Anda, ketika para penduduk Bandung, yang terletak di sebelah timur sana, mengunjungi lahan Anda dan bertanya: 'Ke mana para penduduk desa, dan ke mana para petani? Dan mengapa saya tidak mendengar suara gamelan, yang membicarakan kebahagiaan dengan mulut kuningannya, tidak juga penumbukan padi oleh putrimu?'"
    "Tidakkah pahit bagi Anda melakukan perjalanan menuju pantai selatan, dan melihat pegunungan yang tidak mengalirkan air dari sisinya? Atau jelasnya, pernahkah seekor kerbau menarik bajak?"
    "Ya, ya.... saya berkata pada Anda bahwa jiwa dan pikiran Anda sedih karena hal-hal ini! Dan karena alasan itu kita berterima kasih pada Allah bahwa, Dia telah memberi kita tenaga untuk bekerja di sini."
    "Karena di tanah ini kita memiliki banyak sawah, namun penduduknya sedikit. Dan bukannya kekurangan hujan, karena puncak pegunungan menghisap awan dari langit menuju bumi. Dan bukannya di segala tempat batu-batuan tidak memberi ruang untuk akar, karena di banyak tempat tanahnya gembur dan subur, dan membutuhkan bibit, yang dia harap dapat dikembalikan pada kita dalam bentuk jalinan bulir. Dan tidak ada perang di tanah ini, sehingga menginjak-injak padi ketika masih berwarna hijau, maupun penyakit yang membuat pacul menjadi tidak berguna. Maupun sinar matahari yang terlalu panas dari yang dibutuhkan, untuk mematangkan tanaman yang seharusnya Anda dan anak Anda makan, maupun banjir yang membuat Anda meratap: 'Tunjukkan padaku tempat di mana saya sudah menabur!'"
    "Di mana Allah mengirim banjir untuk menghilangkan sawah-sawah... di mana Dia membuat matahari-Nya begitu membakar... di mana Dia mengirim peperangan untuk membinasakan daerah itu... di mana Dia memukul dengan penyakit yang membuat tangan-tangan menjadi lamban, atau dengan musim kemarau yang membunuh setiap bulir pada... di sana, para pemimpin Lebak, kita menundukkan kepala dalam kesabaran, dan berkata: 'Kehendak-Nya pasti terjadi!'"
                        "Namun tidak begitu di Banten Selatan!"
              "Saya dikirim di sini untuk menjadi teman Anda, kakak Anda. Bukankah Anda akan memperingatkan adik Anda jika Anda melihat ada macan di depan jalannya?"
    "Para pemimpin Lebak, kita telah banyak melakukan kesalahan, dan tanah kita miskin, karena kita telah melakukan banyak kesalahan."
    "Karena di Cikandi dan Bolang, serta di daerah Karawang, dan daerah-daerah di sekitar Batavia, banyak orang yang lahir di tanah kita dan telah meninggalkan tanah kita."
    "Mengapa mereka mencari pekerjaan jauh dari tempat di mana mereka mengubur orang tua mereka? Mengapa mereka melarikan diri dari desa tempat mereka disunat? Mengapa mereka memilih kesejukan di bawah pohon yang tumbuh di sana daripada bayang-bayang hutan kita?"
    "Dan bahkan jauh ke barat daya, melewati lautan, banyak orang yang adalah anak-anak kita, namun telah meninggalkan Lebak untuk berpetualang di daerah asing, dengan memabawa keris dan kelewang serta senapan. Dan mereka binasa secara menyedihkan, karena kekuasaan pemerintah ada di sana, menggempur para pemberontak."
    "Para pemimpin Lebak, saya bertanya pada Anda, mengapa banyak orang yang harus pergi untuk dikubur di tempat mereka tidak dilahirkan? Mengapa pohon-pohon bertanya: 'Ke mana manusia yang saat kecil bermain di kaki saya?'"

    Havelaar berhenti sejenak. Para pemimpin Lebak menikmati hidangan berupa manisan dan air teh. Havelaar sengaja memberi jeda agar para pemimpin Lebak berpikir sejenak. Kebanyakan mereka memandang Raden Wirakusuma, Kepala Distrik Parungkujang. Tetapi umumnya semua menundukkan kepala memandang ke bawah. Dan sesekali Havelaar memanggil putranya, Max. Max memang senang bermain memainkan ujung keris para pemimpin Lebak. Lalu kemudian Max meninggalkan ayahnya setelah memberikan ciuman dengan cara melambaikan tangan ke arah mulut dan mencimnya. Havelaar kemudian melanjutkan lagi pidatonya. Aku bergiliran dengan peserta membaca pidato Havelaar. Berikut pidato lanjutannya:
    "Pemimpin Lebak! Kita semua bertugas melayani Raja Belanda. Namun, Dia, yang adil, dan yang memerintakan agar kita melaksanakan tugas, berada jauh dari sini. Tiga puluh kali ribua jiwa, bahkan lebih, terikat untuk mematuhi perintahnya; namun dia tidak bisa berada di dekat mereka yang diatur oleh perintahnya."
    "Tuan Mulia di Bogor adil, dan memerintahkan setiap orang agar melaksanakan tugasnya. Namun dia juga, meskipun perkasa, dan memilii kekuasaan di atas mereka yang memegang kekuasaan diseluruh kota, dan di atas seluruh tetua desa, serta memegang kekuasaan atas bala tentara dan kapal-kapal yang sedang berlayar—dia juga tidak mampu melihat di mana ketidakadilan sedang berlangsung, karena terjadi jauh dari dia."
    "Dan Residen di Serang, yang merupakan tuan daeah Banten, di mana tinggal lima kali lipat ratusan ribu masyarakat, ingin agar keadilan terlaksana di wilayahnya, serta kebenaran berkuasa di daerah yang mematuhinya. Namun ketika terjadi ketidakadilan, pasti jauh dari kediamannya. Dan siapa saja yang melakukan kejahatan akan menyembunyikannya, karena takut akan hukuman."
    "Dan Tuan Adipati, sebagai Regen Banten Selatan, menginginkan agar semua orang melakukan kebaikan, sehingga tidak terjadi hal memalukan di daerah kekuasaannya."
    "Dan saya, yang kemarin telah ditugaskan oleh Tuhan Maha Kuasa untuk bersaksi bahwa, saya akan bersikap adil dan pemaaf, bahwa saya akan melaksanakan keadilan tanpa rasa takut serta benci, bahwa saya akan menjadi Asisten Residen yang baik... saya ingin menjalankan kewajiban saya."
    "Para Pemimpin Lebak! Kita semua ingin menjalankan kewajiban kita!"
    "Namun seandainya ada di antara kita yang melalaikan tugas demi memperoleh keuntungan, menjual keadilan demi uang, atau yang mengambil kerbau dari orang miskin dan buah-buahan milik mereka yang kelaparan.... siapa yang seharusnya menghukum mereka?"
    "Jika salah satu dari Anda mengetahuinya, dia akan menghentikannya. Maka Regen tidak lagi mengalami hal-hal seperti ini di kabupetennya. Dan saya juga akan menghentikannya semampu saya. Namun jika Anda, maupun Adipati, maupun saya tidak mengetahuinya..."
    "Para pemimpin Lebak! Lalu siapa yang akan melaksanakan keadilan di Banten Selatan?"
    "Dengarkan saya, dan saya akan memberi tahu Anda bagaimana keadilan akan dilaksanakan nanti."
    "Suatu saat akan tiba ketika istri dan anak-anak kita akan tersedu-sedu sembari mempersiapkan kain kafan kita, dan orang yang lewat akan berkata: 'Ada yang meninggal di rumah itu!' Lalu siapa pun yang tiba di desa itu akan mengemukakan berita mengenai kematian seseorang, dan siapa saja yang berkumpul akan bertanya: 'Siapa yang meninggal?' Maka akan dikatakan: 'Dia adalah orang yang baik dan adil. Dia memberi keadilan, dan tidak memaksa pergi si sakit dari pintunya. Dia mendengarkan dengan sabar mereka yang datang padanya, dan mengembalikan apa yang telah diambil dari mereka. Dan jika Anda orang yang tidak dapat menjalankan bajak  karena kerbaunya telah dicuri dari kandang, dia akan membantu mencarikan kerbau itu. Dan jika ada anak perempuan yang diambil dari rumah ibunya, dia akan menemukan pencurinya serta mengembalikan anak perempuan itu. Dan jika para pekerja telah selesai bekerja, dia tidak akan menahan uang sewanya, dan tidak akan mengambil buah dari pohon milik mereka yang telah menanamnya. Dan dia tidak akan memakai pakaian dari bahan yang seharusnya dipakai orang lain, maupun makan makanan yang menjadi milik orang miskin."
    "Maka mereka di desa akan berkata: 'Allah Maha Besar, Allah telah mengambil di ke sisi-Nya. Kehendak-Nya pasti dilaksanakan... seorang pria baik telah meninggal.'"
    "Dan sekali lagi orang yang lewat akan berhenti di depan sebuah rumah, dan berkata: 'Kenapa ini, gamelan tidak berbunyi, dan nyanyian dari para gadis?' Sekali lagi mereka akan berkata padanya: 'Seorang pria telah meninggal.'"
    "Dan dia yang melakukan perjalanan melewati desa itu akan duduk bersama tuan rumah di upacara pemakaman, dan yang mengelilinginya adalah putra dan putri pemilik rumah, serta anak-anak penduduk desa itu, lalu dia akan berkata: 'Seorang pria yang berjanji untuk adil telah meninggal; namun dia menjual keadilan pada siapa saja yang memberinya uang. Dia membuat sawahnya subur berkat keringat para pekerjanya yang dia panggil untuk meninggalkan sawah mereka sendiri. Dia menahan uang sewa dari para pekerja, dan makan makanan milik orang miskin. Dia menjadi kaya dari kemiskinan orang lain. Dia memiliki banyak emas dan perak, dan batu berharga yang melimpah, namun para petani yang tinggal di lingkungannya tidak tahu cara untuk mencuri rasa lapar dari anaknya. Dia tersenyum seperti seseorang yang bahagia, namun ada gigi yang bergemeretak dari para penggugat yang mencari keadilan. Ada kepuasan di wajahnya, namun tidak terdapat susu di payudara para ibu untuk dihisap.'"  
    "Maka para penduduk desa akan berkata: 'Allah Maha Besar... kami tidak mengutuk siapa pun!"
    "Para pemimpin Lebak, kematian akan mendatangi kita semua!"
    "Apa yang akan dikatakan para penduduk desa kekuasaan kita? Dan oleh lewat yang melihat kuburan kita!"
    "Dan apa jawaban kita ketika setelah kita meninggal, sebuah suara berbicara pada kita, dan bertanya: 'Mengapa ada rintihan di sawah-sawah, dan mengapa para pemuda bersembunyi? Siapa yang mengambil hasil panen dari gudang, serta kerbau yang seharusnya membajak sawah? Apa yang kau lakukan pada Saudara laki-laki yang Aku berikan, sebagai pelindungmu? Mengapa orang malang itu bersedih, dan mengapa dia mengutuk kesuburan istrinya?'"
    "Saya akan merasa senang hidup rukun bersama Anda semua, maka saya meminta agar Anda menganggap saya sebagai seorang kawan. Jika ada yang berbuat salah, dia bisa mengharapkan pertimbangan toleransi dari saya, karena, saya sendiri sering berbuat salah, saya tidak akan menjengkelkan... yaitu, bukan berkenaan dengan pelanggaran umum menganai komisi atau kelalaian dalam tugas. Hanya ketika pelalaian tugas menjadi kebiasaan yang akan saya cari untuk diberantas. Saya tidak akan membicarakan penghasilan kotor dari pelanggaran hukum... pemerasan dan tekanan. Hal-hal itu tidak terjadi di sini, benar Adipati?"
    "Ya, kalau begitu, tuan-tuan, pemimpin Banten Selatan, mari kita bergembira bahwa divisi kita sangat terbelakang dan miskin. Kita memiliki tugas mulia untuk dilaksanakan. Jika Allah melindungi kehidupan kita, maka kita akan mengetahuinya ketika kemakmuran tiba. Tanah subur dan masyarakat siap. Jika tiap orang dibiarkan menikmati buah karyanya, tidak diragukan lagi dalam waktu singkat populasi akan meningkat baik dalam bentuk angka dan dalam kepemilikan serta kebudayaan, karena hal ini biasanya saling bergandengan. Sekali lagi saya meminta Anda untuk menganggap saya sebagai kawan yang akan membantu Anda jika dia mampu, khusunya ketika harus memerangi ketidakadilan. Dan karena itu saya harus sangat berterima kasih pada kerja sama Anda."
    "Tepat waktunya saya akan mengembalikan laporan mengenai pertanian, perkembangan jumlah sapi, pengawasan dan keadilan, beserta keputusan saya."
    "Pemimpin Banten Selatan! Saya sudah selesai berbicara. Anda boleh kembali, setiap orang ke rumah masing-masing. Doa saya menyertai Anda semua!"

    Para pembaca yang baik,
    Aku sampaikan pidato lengkap Havelaar yang kami baca di reading groups minggu ke-11 ini, Selasa, 1 Juni 2010. Para pembaca tentu akan bertanya-tanya mengapa tidak ada diskusi atau sesi tanya jawab yang aku tuliskan. Maka aku sampaikan bahwa tentu saja ada tanya jawab di setiap paragraf yang aku dan peserta baca. Aku menemukan beberapa pertanyaan dari peserta. Dan aku harus menjawab dengan hati-hati kalimat yang ditanyakan oleh peserta. Berikut kalimat yang ditanyakan mereka:

    "Apa maksud kalimat: 'Saya menyadari bahwa penduduk Anda miskin, dan karena itu saya merasa senang dari lubuk hati paling dalam?'"  
    Maka aku menjawab pertanyaan tersebut dengan beberapa alasan yang tentu saja ada dalam pidato Havelaar tersebut.

    Ada juga pertanyaan sebagai berikut: "Apa maksud kalimat tidak ada susu di payudara para  ibu untuk dihisap?", "Mengapa mengutuki kesuburan istrinya?", "Apa maksud ada rintihan di sawah-sawah?", "Mengapa tidak ada lagi suara gemelan dan nyanyian gadis-gadis?", "Apa bedanya sawah di pegunungan dan di perbukitan?"

    Sementara beberapa kata yang didiskusikan di antaranya: keris, kelewang, gemelan, rintihan, bulir, cangkir, bor, manisan, diberantas, toleransi, populasi, dan are. Tentu saja hal yang agak panjang kujelaskan adalah kalimat di awal tulisan ini. Kalimat dahsyat yang diucapkan Havelaar dalam pidatonya tersebut.

    "Karena kegembiraan bukan terletak di potongan padi, namun di potongan padi yang ditanam sendiri. Dan jiwa manusia tidak tumbuh dari sewa, namun dari tenaga yang disewa."

    Jika pembaca sampai di kalimat akhir ini maka aku sampaikan terima kasih. Sebab aku tahu catatanku ini tidak menarik. Benarkah begitu? Tapi aku sampaikan juga bahwa aku ingin para pembaca selesai membaca dan memahami pidato Havelaar ini. Maka aku sampaikan lengkap pidatonya. Seperti yang aku dan peserta baca di reading groups minggu ke-11. Selasa, 1 Juni 2010 di Taman Baca Multatuli. Taman Baca Multatuli, taman baca yang jika para pembaca berkenan mengunjunginya harus siap bercucuran keringat. Bercucuran keringat sebab terkadang harus berjalan kaki melewati jalanan licin dan berlubang. Naik dan menuruni bukit. Menyusuri jalan kecil yang di kirinya jurang dan di kanannya tebing cadas berbatu. Maka kusarankan agar para pembaca yang kiranya berkenan datang bersiap dengan lumpur dan tanah. Namun tentu saja akan terbayar dengan hijaunya alam dan bentangan sawah serta ladang. Juga sungai yang mengalir berkelok dengan batu besar di tengahnya. Juga kicau burung yang tak henti di sepanjang jalan. Juga udara yang bersih. Kunang-kunang terbang rendah di malam hari. Jangkrik dan kodok bersahutan. Suara bedug dan kohkol di pukul dari masjid. Juga anak-anak yang bersemangat di tengah keterbatasan dan kesederhanaan hidup. [Ubaidilah Muchtar]     
       




    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    2 komentar:

    1. http://yadcie.blogdetik.com/

      ReplyDelete
    2. pak saya sangat bangga sama bapak Ubaidillah Muchtar, saat ini saya baru selesai menulis di Blog saya tentang bapak, saya baru menonton Tv DAAI, dan saya sangat bangga dan kagum dengan Bpk. semoga bapak tetap semangat untuk mengembangkan pendidikan di desa ciseel. terima kasih banyak ya pak atas dedikasi dan sumbangsihnya kepada anak2 indonesia di desa Ciseel,semoga bpk sehat selalu.amin

      By : http://yadcie.blogdetik.com/

      ReplyDelete

    Item Reviewed: Sebah Havelaar di Lebak [Catatan Reading Groups Minggu Ke-11 Novel Max Havelaar] Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top