728x90 AdSpace

  • Latest News

    22 December 2011

    150 Tahun Max Havelaar, Simbol Ketimpangan di Hindia-Belanda

    Selasa 2 Februari kemarin, di aula Universitas Amsterdam, belanda dibuka pameran 150 tahun Max Havelaar, karangan Multatuli atau Edouard Douwes-Dekker. Salah satu buku terpenting dalam sejarah sastra Belanda dan selalu menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah.
    Buku ini telah diterjemahkan di 40 bahasa dan difilmkan baik dalam bahasa Belanda maupun Indonesia. Menceritakan ketimpangan pemerintahan Hindia-Belanda di abad ke-19, tapi pesan Multatuli masih tetap berlaku hingga saat ini.
    Job Cohen: "Dan kepada tuan saya mempersembahkan buku ini, Willem III, raja, adipati besar, pangeran dan kaisar dari Insulinde yang cantik dan kaya, Jamrud Khatulistiwa, karena di tempat itu lebih dari 30 juta rakyatmu dianiaya dan diperas atas nama tuan"
    Demikian walikota Amsterdam Job Cohen, membaca halaman terakhir dari buku Max Havelaar, karangan Multatuli atau Eduard Douwes Dekker, sewaktu pembukaan pameran 150 tahun Max Havelaar di Aula Universitas Amsterdam, Selasa kemarin. Pameran yang menandai dimulainya Tahun Multatuli, dengan judul "Ini bukan Roman, Ini sebuah Gugatan". Gugatan atas tindak korupsi dan ketidak-adilan yang dilakukan para pejabat Indonesia dan Belanda ketika itu di Lebak, Serang. Sebuah cerita bagaimana Douwes Dekker dan keluarganya menghadapi situasi yang menyedihkan ketika itu.
    Tepatnya 15 Mei 1860 buku tersebut diluncurkan penerbit De Ruyter di Amsterdam, dengan judul Max Havelaar, of de Koffie-veilingen der Nederlandsche Handelsmaatschappij, Max Havelaar atau Pelelangan Kopi Perusahaan dagang Belanda. Dengan gaya tulisan yang satiris, Multatuli yang artinya - saya banyak menderita - menceritakan budaya berdagang Belanda yang hanya mencari untung di satu sisi tapi dilain pihak sangat menggurui dan sok suci seperti seorang pendeta. Multatuli menggugat pejabat kolonial yang korup dan memuji mereka yang berusaha mendobrak ketimpangan tersebut.
    Jos van Waterschoot, konservator dan pembuat pameran ini menerangkan, pameran kali ini tidak menceritakan sejarah buku tersebut, melainkan mengenai pesan yang dikandung buku tersebut, gugatan atas ketidak-adilan di Hindia-Belanda. Karena itu pameran dibagi dalam sejumlah tema:
    Waterschoot
    Ruang pertama memperlihatkan kekayaan dan kemiskinan di Hindia- belanda ketika itu. Orang bisa berkenalan dengan tokoh-tokoh yang ada di buku Max Havelaar, dan apa peran mereka di ruang kedua. Di ruang ketiga kami menyinggung sedikit tentang sejarah tapi juga masa depan buku ini, yaitu apakah gugatan Multatuli masih tetap aktual. Apakah masih banyak orang yang dianiaya dan diperas, jawabannya adalah ya, tentu saja. Dan karena itu kita harus bertindak.
    Pesan lain dari pameran 150 tahun Max Havelaar menurut Waterschoot adalah, bangsa Belanda tidak lupa apa yang mereka lakukan ketika masih menjadi penjajah, penguasa koloni di Hindia-Belanda. Belanda sekarang telah belajar dari masa lalu. Misalnya saat ini di Belanda ada produk kopi, teh dan barang-barang lainnya dengan merek Max Havelaar. Produk-produk Max Havelaar dijamin diperoleh dengan harga yang menguntungkan para petani dan produsen di dunia ketiga.
    Sewaktu pembukaan tahun Multatuli ini juga dipresentasikan penulisan baru buku Max Havelaar. Edisi terbaru ini menggunakan bahasa Belanda sehari-hari anno 2010, lebih kompak dan tipis dari buku aslinya. Menurut Asosiasi Multatuli, yang merupakan pemberi perintah penulisan buku, hampir 40% isi buku yang lama ditiadakan, karena bahasanya yang terlalu sulit dan bertele-tele. Gijsbert van Es, anggota redaksi harian NRC yang menulis kembali buku tersebut menerangkan, terbitan terbaru ini ditujukan untuk generasi muda Belanda sekarang. Selain itu pesan yang disampaikan Max Havelaar masih tetap aktual, di Belanda, Indonesia dan bagian dunia lainnya.
    Gijbert van Es: "Ini sebuah buku yang menentang pemerasan, penindasan, dan sebuah buku yang membela pemerintahan yang baik. Di semua diskusi mengenai kerjasam pembangunan selalu ditekankan tema 'good governance' dan di semua diskusi mengenai perdagangan dunia selalu disinggung tentang 'fair trade'. Karena itu Max Havelaar masih tetap hidup dan aktual hingga sekarang."
    Max Havelaar masuk ke dalam daftar buku yang wajib dibaca para pelajar sekolah menengah di Belanda. Banyak guru yang telah membaca terbitan terbaru, antusias murid-murid mereka lebih dapat mengerti pesan yang ingin disampaikan Multatuli. Tetapi apakah Eduard Douwes Dekker menyetujui bahwa bukunya ditulis kembali dan ada bagian yang dikurangi? Salah seorang penulis Belanda ternama yang juga hadir malam itu, Harry Mulisch mengatakan, "Saya tidak akan pernah mau, buku saya ditulis atau digubah kembali seperti Max Havelaar".
    Multatuli
    Max Havelaar of de Koffieveilingen van de Nederlandse Handelsmaatschappij

    Ditulis kembali dan disesuaikan oleh: Gijsbert van Es
    Penerbit: nrcboeken
    ISBN: 978 90 79985 15 9
    Sumber: http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/150-tahun-max-havelaar-simbol-ketimpangan-di-hindia-belanda
    Situs 150 tahun Max Havelaar: www.multatulimuseum.nl

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 komentar:

    Post a Comment

    Item Reviewed: 150 Tahun Max Havelaar, Simbol Ketimpangan di Hindia-Belanda Rating: 5 Reviewed By: mh ubaidilah
    Scroll to Top